Algoritma yang Lebih Jujur dari Diri Sendiri


Serem nggak sih, ketika kamu belum ngomong apa-apa ke siapa-siapa, tapi algoritma di internet seperti sudah tahu kamu lagi nggak baik-baik saja?

Beberapa hari ini, aku terus-terusan disuguhi iklan obat penenang di beranda. Mulai dari yang bisa bantu tidur, ngurangin cemas, sampai yang katanya bisa bikin hati adem walau dunia berantakan. Yang bikin aku bingung—aku nggak pernah nyari itu. Nggak ngetik apa pun soal stres, nggak browsing soal gangguan tidur, apalagi soal obat-obatan. Tapi kenapa iklan-iklan itu muncul… sekarang? Pas aku lagi ngerasa berat-beratnya hidup.

Aku jadi mikir, apa algoritma itu bisa baca emosi? Bisa ngerti suasana hati dari pola-pola kecil yang bahkan aku sendiri nggak sadar. Kayak scroll jam 2 pagi, nge-zoom meme tentang capek hidup, berhenti lama di thread curhat orang asing. Bisa jadi, mereka semua ditangkap oleh sistem yang lebih pintar dari yang aku kira. Yang tahu kapan kita mulai lelah, bahkan sebelum kita mau ngaku.

Tapi di sisi lain… ini bikin aku gelisah.

Gelisah karena mungkin aku memang lagi butuh itu. Bukan obatnya, tapi bantuannya. Karena kadang aku sendiri nggak tahu apa yang salah. Nggak bisa ngebedain ini cuma stres biasa atau udah masuk zona bahaya. Dan ketika iklan-iklan itu datang, seolah mereka bisik, “kamu nggak sendiri, tapi kamu juga harus mulai peduli sama dirimu.”

Mungkin ini bukan soal iklannya. Tapi soal kenyataan bahwa aku udah terlalu lama pura-pura kuat.

Dan sekarang, bahkan layar ponsel pun bisa melihatnya.

Teknologi memang canggih. Tapi, saat algoritma lebih dulu tahu aku perlu istirahat daripada aku sendiri, rasanya... ada yang salah. Atau mungkin, ini cara semesta bilang: sudah cukup, tarik napas, tenangkan diri, kamu nggak harus sanggup terus-menerus.



sumber foto

Comments

Popular Posts