Aku ingin kau tahu, betapa aku diam-diam menunggumu membaca aku
Aku menulis namamu dalam diam, seperti seseorang yang menorehkan luka di atas kulit sendiri, berharap sakitnya bisa reda hanya karena sudah tertulis. Aku menyimpannya di antara baris-baris yang tak pernah kubaca ulang, seolah setiap huruf adalah kuburan kecil untuk perasaan yang tak sempat hidup.
Rindu ini, kadang terasa seperti kabut. Ia datang pelan, melingkupi, menutup pandangan, tapi tidak pernah benar-benar hilang. Aku berjalan di dalamnya, tersesat pada jejak bayanganmu yang samar. Setiap langkahku terdengar kosong, seperti gema yang hanya memantul pada tembok hati sendiri.
Aku ingin kau tahu, betapa aku diam-diam menunggumu membaca aku. Tapi aku juga takut. Takut jika kau benar-benar datang, lalu melihat betapa rapuh aku ini. Takut jika akhirnya kau hanya berlalu, meninggalkan ruang yang lebih kosong dari sebelumnya. Karena kehilangan sesuatu yang belum pernah benar-benar kumiliki mungkin lebih menyakitkan daripada tidak pernah punya sama sekali.
Malam-malam panjang terasa seperti ruang pengakuan yang tak berakhir. Aku menulismu, menulismu, menulismu, tanpa berani mengirim. Setiap kata seperti nyala lilin kecil, yang kubiarkan padam satu per satu. Dan aku hanya duduk di antara abu kata, berharap kau menemukan nyala yang tersisa.
Jika suatu saat kau membaca ini, mungkin aku sudah bukan lagi aku yang sekarang. Mungkin aku sudah berhenti menunggu. Atau mungkin aku masih di sini, tetap diam, tetap menulis, tetap menyimpanmu di sudut paling gelap yang kupunya. Karena bagiku, mencintaimu diam-diam adalah cara paling jujur untuk bertahan.
sumber foto
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya. Happy blogwalking!