Menulis di Ruang Kosong
Aku sering bertanya-tanya, buat siapa sebenarnya tulisan ini aku ketik? Dulu, setiap kali ngeblog, aku merasa seperti ngobrol di warung kopi. Ada yang nimbrung, ada yang nyaut, ada yang cuma baca diam-diam tapi keesokan harinya bahas di kolom komentar. Rasanya hangat. Sekarang, semua itu hilang. Aku buka dashboard, yang muncul cuma angka yang menyedihkan. Satu, dua, tiga pengunjung. Itu pun kemungkinan besar aku sendiri yang bolak-balik ngeklik. Sunyi.
Yang bikin tambah nyesek, isi blog ini sekarang malah berubah jadi tempat curhat. Bukan tulisan manis, bukan kisah seru, apalagi tips bermanfaat. Hanya tumpahan keluh kesah. Kadang aku mikir, siapa yang sudi baca orang ngeluh terus? Seolah-olah aku ini nyuruh orang duduk, lalu memaksa mereka dengerin ocehanku tentang hidup yang gak jelas arahnya. Jujur, aku sendiri malu. Tapi aku tetap nulis. Karena kalau enggak, kepala ini makin sesak.
Ada rasa aneh setiap kali klik tombol publish. Aku tahu, gak akan ada yang rame-rame mampir kayak dulu. Tapi tetap saja aku lempar tulisanku ke udara, berharap ada satu dua orang nyasar lalu bertahan beberapa menit. Kadang aku ngarep ada komentar, sekadar “sama” atau “gue juga ngerasain.” Tapi yang muncul cuma keheningan panjang. Seperti kirim surat ke alamat yang sudah lama kosong. Amplopnya mungkin nyampe, tapi gak pernah dibuka.
Rasanya sepi banget, dan kesepian itu sakit. Blog ini ibarat rumah tua yang aku buka lagi setelah bertahun-tahun, berharap masih ada jejak kehidupan. Nyatanya, pintunya berdebu, jendelanya kusam, dan kursi-kursinya kosong. Aku duduk sendirian di tengah ruang tamu, ngomong panjang lebar tanpa tahu ada yang dengar atau tidak. Kadang aku merasa konyol, kenapa masih betah di sini? Kenapa gak pindah aja ke platform yang rame, yang bisa kasih likes instan dan komentar kilat? Tapi entah kenapa, blog ini masih terasa seperti rumah. Sepi, berdebu, tapi tetap rumah.
Mungkin aku menulis hanya untuk memastikan bahwa aku masih ada. Bahwa aku belum benar-benar tenggelam. Walaupun gak ada yang baca, setidaknya kata-kata ini jadi saksi kalau aku pernah berjuang untuk bicara. Kalau suatu hari blog ini benar-benar mati, setidaknya aku tahu aku pernah menjerit di ruang kosong, dan itu lebih baik daripada diam sama sekali.
sumber foto
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya. Happy blogwalking!