Semua Serba Mungkin, Semua Bisa Jadi
Mungkin… ya mungkin memang begitu cara orang menilainya. Mereka lihat aku masih aktif di media sosial, masih bisa posting hal-hal receh, masih bisa lempar senyum, masih bisa bikin caption seakan-akan hidup ini mulus tanpa hambatan. Padahal aslinya? Ya jatuh. Jatuh beneran. Cuma aku nggak mau semua orang lihat luka itu, karena rasanya lebih menyakitkan kalau harus dipamer-pamerin. Tapi mungkin justru di situlah masalahnya. Mereka nggak bisa terima orang yang kelihatan baik-baik aja padahal dalamnya lagi kacau.
Mungkin mereka pengennya aku tampil melas. Mungkin mereka butuh lihat aku bener-bener terpuruk biar puas. Mungkin buat mereka, jatuh itu harus ditunjukkan dengan air mata, dengan status sedih, dengan wajah muram di depan kamera. Padahal kan nggak semua orang bisa begitu. Ada yang justru bertahan dengan senyum tipis, dengan sok cuek, dengan pura-pura kuat. Tapi siapa sih yang mau percaya kalau semua itu cuma topeng? Mungkin nggak ada.
Aku jadi mikir, mungkin kebencian mereka makin jadi karena aku nggak sesuai ekspektasi. Mereka maunya aku jatuh dan diam. Mereka maunya aku hancur lalu tenggelam. Tapi kenyataannya aku masih muncul, masih ada, masih bisa online, masih bisa tertawa, meski itu tawa palsu. Dan mungkin itu yang bikin mereka tambah kesal. Kayak DPR yang lagi ramai itu. Orang sudah marah, sudah demo, sudah teriak-teriak, tapi mereka tetap cuek. Tetap jalan dengan ulahnya. Tetap pasang muka seakan nggak ada yang salah. Mungkin, aku dilihat seperti itu juga.
Mungkin sebenarnya aku salah langkah. Mungkin aku terlalu percaya diri dengan kemampuan menutupi luka. Mungkin orang lain melihatnya bukan sebagai kekuatan, tapi sebagai keangkuhan. Mungkin mereka merasa aku meremehkan situasi. Mungkin bagi mereka, aku ini kayak aktor buruk yang lagi main drama murahan, senyum di panggung, jatuh di balik layar, tapi tetap pura-pura nggak ada masalah.
Dan mungkin… mungkin memang begitulah dunia ini. Orang nggak peduli seberapa sakitnya kita. Mereka cuma peduli seberapa meyakinkan penampilan yang kita suguhkan. Kalau kita jatuh, harus kelihatan jatuh. Kalau kita bahagia, harus kelihatan bahagia. Kalau di tengah-tengah, mereka bingung lalu marah. Mungkin, itu yang bikin kebencian ke aku nggak pernah reda.
Aku juga mikir, mungkin sebenarnya mereka nggak benci aku sebagai orang. Mungkin yang mereka benci adalah citra yang mereka lihat. Mungkin mereka nggak tahan lihat ada orang yang jatuh tapi masih bisa tersenyum. Mungkin senyum itu bagi mereka semacam tamparan. Mungkin keberadaanku sendiri, meski rapuh, tetap terasa mengganggu buat mereka.
Mungkin aku bisa berhenti tampil, mungkin aku bisa lenyap dari layar, mungkin itu yang mereka mau. Tapi mungkin juga kalau aku hilang, mereka tetap nggak puas. Karena intinya bukan soal ada atau nggaknya aku, tapi soal ekspektasi mereka yang nggak pernah ketemu dengan kenyataan. Jadi akhirnya, aku cuma bisa jalan terus dengan kemungkinan-kemungkinan ini, sambil bingung, sebenarnya salahku di mana, dan apakah benar semua ini memang pantas kualami.
sumber foto
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya. Happy blogwalking!