Yang Paling Banyak Berubah, Dialah yang Paling Tersakiti


 Lucu ya, manusia itu. Kalau lagi ribut, semua orang sibuk adu suara, adu argumen, adu siapa yang paling benar. Semua merasa jadi pihak yang paling menderita. Semua merasa punya alasan yang tak terbantahkan. Sampai akhirnya, pertengkaran itu selesai… atau setidaknya berhenti karena lelah. Tapi setelah itu, siapa sebenarnya yang paling hancur? Gampang kok menebaknya: lihat siapa yang paling banyak berubah setelah ribut itu.

Perubahan itu tanda luka. Yang tadinya hangat jadi dingin. Yang tadinya ringan bercanda, tiba-tiba jadi hati-hati setiap kali bicara. Yang tadinya gampang senyum, sekarang matanya lebih banyak menunduk. Yang tadinya terbuka, jadi menutup rapat semua pintu cerita. Dan perubahan itu bukan terjadi karena iseng atau bosan. Perubahan itu biasanya hasil dari rasa sakit yang terlalu dalam.

Ironisnya, orang-orang yang bikin luka sering kali nggak sadar. Mereka pikir, “Ah, kan cuma debat kecil. Besok juga baik-baik lagi.” Padahal, yang satu pihak sudah berubah jadi orang lain. Sudah berhenti jadi dirinya yang dulu. Sudah kehilangan sebagian rasa percaya. Sudah mengurangi keberanian untuk dekat. Kalau kamu perhatikan baik-baik, dari situ sebenarnya bisa kelihatan siapa yang paling menderita: bukan yang paling banyak teriak waktu bertengkar, tapi yang setelahnya paling banyak diam.

Kadang, perubahan itu menyamar jadi jarak. Yang tadinya sering datang, jadi jarang muncul. Yang tadinya gampang ditemui, tiba-tiba menghilang. Dan orang-orang dengan enteng bilang, “Loh, kok kamu berubah sih?” tanpa pernah merasa bersalah bahwa perubahan itu lahir dari luka yang mereka tanam sendiri.

Kehidupan kita sering memang begini: penuh pertikaian, penuh drama. Entah itu dalam keluarga, pertemanan, pekerjaan, bahkan dalam urusan politik negeri. Semua orang sibuk berteriak jadi yang paling benar. Semua orang yakin dirinya korban. Tapi coba deh lihat lebih teliti. Siapa yang paling banyak berubah setelah ribut? Dialah yang sebenarnya paling banyak kehilangan.

Luka yang sebenarnya tidak selalu terlihat dari air mata. Kadang justru terlihat dari kebiasaan kecil yang pelan-pelan hilang. Dari orang yang tidak lagi menunggu pesan balasan. Dari orang yang tidak lagi mau bercerita panjang. Dari orang yang tiba-tiba jadi asing di depan kita. Dan di situlah satir kehidupan menampar: yang kamu kira hanya pertengkaran sepele, ternyata bisa mengubah seseorang selamanya.

Jadi lain kali kalau berantem, jangan cuma sibuk menghitung siapa yang paling lantang. Cobalah lihat siapa yang paling banyak berubah setelahnya. Karena bisa jadi, diam-diam kamu sedang berhadapan dengan orang yang paling menderita, paling terluka, dan paling banyak kehilangan dirinya sendiri. Dan tragisnya, kita sering kali sadar itu… terlambat.






sumber foto

Comments

Popular Posts