Kenapa Orang Baik Sering Jadi Korban?
Kadang aku duduk sendiri dan bertanya: kenapa orang baik sering jadi korban? Kenapa justru mereka yang niatnya tulus, yang hatinya lembut, yang berusaha tidak menyakiti siapa pun, malah sering dipermalukan, ditertawakan, bahkan diinjak? Apa karena orang baik dianggap lemah? Atau memang dunia ini punya cara yang kejam untuk menguji ketulusan hati? Pertanyaan itu terus menghantui, terutama setelah aku sendiri merasakan betapa pahitnya dipermalukan oleh orang-orang yang dulu kuanggap teman, bahkan keluarga.
Aku pernah percaya, bahwa jika aku berbuat baik, maka orang juga akan memperlakukanku dengan baik. Tapi nyatanya tidak sesederhana itu. Kebaikan tidak selalu kembali dengan kebaikan. Kadang, justru karena kebaikan, orang lain merasa leluasa untuk menginjak. Karena aku diam, mereka semakin berani. Karena aku sabar, mereka semakin tega. Dan akhirnya, aku jadi korban, korban dari sikapku sendiri yang terlalu percaya, terlalu ikhlas, terlalu takut melawan.
Di titik tertentu aku mulai ragu, apakah aku benar-benar orang baik? Atau jangan-jangan aku hanya orang bodoh yang tidak tahu cara menjaga diri? Karena kalau benar aku orang baik, kenapa aku harus menelan luka sedalam ini? Kenapa aku harus menjadi bahan cemoohan, kenapa aku harus dipermalukan di hadapan orang lain? Bukankah kebaikan seharusnya melindungi? Tapi nyatanya, ia tidak selalu jadi tameng. Kadang kebaikan justru seperti celah yang memudahkan orang lain masuk untuk menusuk.
Namun semakin kupikir, semakin aku sadar: mungkin dunia ini memang begitu. Orang baik tidak selalu menang. Orang jahat tidak selalu kalah. Hidup tidak berjalan sesuai rumus matematika, di mana satu kebaikan pasti dibalas satu kebaikan. Tidak. Hidup jauh lebih rumit dari itu. Ada orang yang tega, ada orang yang iri, ada orang yang merasa terancam hanya karena kita bersinar sedikit saja. Dan di situlah orang baik sering jadi sasaran.
Rasanya sakit sekali ketika disudutkan tanpa alasan jelas. Ketika orang-orang yang dulu kita percaya ternyata ikut-ikutan jadi penonton, bahkan penyebar cerita. Seolah-olah kebaikan yang pernah kita lakukan tidak pernah ada. Semua lenyap hanya karena satu kesalahan, atau bahkan hanya karena fitnah yang dibesar-besarkan. Dan aku, yang berusaha menjaga hati, akhirnya luluh lantak.
Tapi meski sakit, aku juga belajar sesuatu. Bahwa mungkin, ukuran kebaikan bukanlah bagaimana orang lain memperlakukan kita. Kebaikan itu urusanku dengan Tuhan, bukan dengan manusia. Kalau aku baik, lalu dibalas luka, mungkin Tuhan sedang menyiapkan balasan yang lebih besar di tempat lain. Dan kalau aku dipermalukan, mungkin Tuhan sedang mengajarkanku agar tidak mencari pengakuan manusia, karena pengakuan mereka memang fana.
Jadi, kenapa orang baik sering jadi korban? Mungkin karena dunia tidak sempurna. Mungkin karena kebaikan memang diuji dengan rasa sakit. Atau mungkin, justru karena aku masih harus belajar, belajar membedakan antara benar-benar baik dan sekadar takut melawan. Yang jelas, meski sering jatuh, aku tidak ingin kehilangan hatiku. Karena kalau sampai aku berubah jadi seperti mereka, bukankah itu artinya mereka sudah menang?
sumber foto
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya. Happy blogwalking!