Ketika Gerak-Gerik Orang Lain Terbaca
Kadang ada rasa aneh yang muncul ketika kita bisa membaca pergerakan orang lain. Dari cara mereka bicara, tatapan mata, bahkan dari gestur kecil yang mungkin mereka kira nggak berarti. Rasanya kayak punya radar yang bisa menangkap arah angin sebelum benar-benar bertiup. Di satu sisi, itu bikin kita bahagia, karena merasa selangkah lebih maju, nggak gampang ditipu, dan tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik layar.
Tapi di sisi lain, kemampuan itu juga bisa jadi beban. Karena saat kita tahu arah permainan yang orang lain coba mainkan, justru muncul rasa perih. Kita jadi sadar bahwa ada niat tersembunyi, ada kepentingan yang coba diarahkan ke kita. Seperti kata Lutfi COC 2, “Pergerakan kalian itu terbaca.” Dan benar saja, semakin terbaca, semakin terasa getirnya.
Aku sering mencoba menutupi itu semua dengan sikap seolah-olah nggak tahu. Purepura polos, pura-pura nggak paham arah angin yang mereka tiupkan. Tapi dalam hati, aku berbicara dengan diriku sendiri: “Arah dan minatku sudah nggak ke sana lagi.” Dulu mungkin aku ikut berlomba, merasa harus bersaing, ingin membuktikan diri dengan gelar, pencapaian, atau pengakuan. Tapi sekarang? Rasanya kosong. Nggak ada lagi gairah untuk mengejar hal-hal yang dulu dianggap penting.
Aku sudah mati rasa. Bukan berarti nggak peduli, tapi lebih ke nggak tertarik lagi dengan permainan yang sama. Kalau dulu aku gampang terbawa arus, sekarang aku lebih memilih berdiri di tepi. Bukan karena kalah, tapi karena sadar, kemenangan itu ternyata nggak selalu membawa damai. Kadang justru meninggalkan luka.
Dan luka itulah yang bikin aku nggak ingin terlihat lagi di kerumunan. Karena apa gunanya menampakkan diri kalau akhirnya cuma jadi sasaran? Apa gunanya ikut rebutan kalau pada akhirnya hanya menghasilkan iri, dengki, dan sakit hati? Ada titik di mana kita harus berani berkata: “Aku selesai.” Bukan menyerah, tapi memilih jalan lain yang lebih tenang.
Mungkin, inilah kebebasan yang sebenarnya, ketika kita bisa membaca arah angin, tapi memilih untuk nggak ikut tertiup. Ketika kita tahu permainan orang, tapi memilih keluar dari arena. Karena pada akhirnya, hidup bukan tentang siapa yang paling hebat, tapi siapa yang paling bisa menjaga hati tetap utuh. Dan aku memilih itu.
sumber foto
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya. Happy blogwalking!