Mau Bertarung atau Tumbang?


 Hidup tidak akan pernah datang dengan sopan, lalu bertanya, “Kamu siap apa tidak?” 

Tidak. Hidup datang dengan cara yang seringkali kasar, tiba-tiba, dan tanpa permisi. Ia hanya melemparkan kenyataan ke depan wajahmu lalu bilang, “Terserah kamu, mau bertarung atau tumbang.” Kalimat itu terdengar sederhana, tapi kalau direnungkan, rasanya pahit sekali. Karena ternyata, kita tidak punya banyak pilihan selain menerima apa pun yang datang, entah suka atau tidak.

Aku sering merasa seperti korban dari permainan hidup yang terlalu kejam. Ada hari-hari di mana aku dipaksa menghadapi sesuatu yang jelas-jelas belum siap kuhadapi. Luka dari orang sekitar, kecewa yang menumpuk, rasa malu karena dipermalukan, atau kenyataan bahwa dunia lebih suka mengingat satu kesalahanku daripada seribu kebaikan yang pernah kulakukan. Semua itu datang bukan saat aku sudah kuat, tapi justru ketika aku sedang rapuh. Lalu hidup seakan mengejek: “Ya sudah, kalau kamu lemah, tumbanglah. Kalau kamu mau bangkit, bangkitlah.”

Di titik itu, aku sering bertanya-tanya: kenapa hidup tidak memberi jeda? Kenapa takdir tidak menunggu sampai aku benar-benar siap? Seolah-olah aku dilempar ke medan perang tanpa senjata, disuruh melawan musuh yang bahkan tidak kukenal, lalu dipaksa memilih apakah aku akan terus bertahan atau menyerah begitu saja. Rasanya tidak adil, tapi inilah kenyataan.

Yang membuat sakit bukan hanya pertempurannya, tapi juga bisikan-bisikan orang di sekelilingku. Ada yang menatap dengan sinis, ada yang bergosip di belakang, ada yang bahkan bahagia melihatku jatuh. Dan dari situ aku sadar, luka bukan hanya dari hidup itu sendiri, tapi juga dari manusia yang ada di sekitarku. Kadang aku merasa sendirian, meskipun di tengah keramaian. Sendirian, dengan segala rasa kecewa dan takut yang terus menekan.

Namun, meski berat, aku tahu bahwa pilihan itu tetap ada. Mau bertarung atau tumbang? Mau bangkit dengan sisa tenaga, atau menyerah dan membiarkan hidup menggilas habis? Jujur, tidak selalu aku memilih bertarung. Ada hari-hari di mana aku biarkan diriku rebah, menangis, merasa kalah. Tapi pada akhirnya, aku sadar, bertarung bukan soal selalu menang. Bertarung itu soal berani berdiri lagi, meski sudah jatuh berkali-kali.

Hidup tidak akan pernah memberi aba-aba, tidak akan pernah bertanya kesiapan kita. Ia hanya datang, memukul, lalu menunggu reaksimu. Dan mungkin, justru dari situ kita belajar: kekuatan itu bukan sesuatu yang dipersiapkan dari awal, tapi sesuatu yang tumbuh saat kita dipaksa menghadapinya.

Jadi, ya… meski penuh luka, meski penuh kecewa, aku masih mencoba berdiri. Karena mungkin, kalah yang sebenarnya bukan ketika hidup menjatuhkanmu, tapi ketika kamu memilih untuk tidak lagi bangkit. Dan aku tidak mau menyerah semudah itu. Tidak sekarang. Tidak di titik ini.




sumber foto

Comments

Popular Posts