Mengapa Hariku Begitu Melelahkan?

 


Kau tahu, apa yang sebenarnya membuat hariku begitu melelahkan? Bukan pekerjaan yang menumpuk. Bukan pula masalah-masalah kecil yang datang silih berganti. Tapi karena aku terlalu sering melihat hidup orang lain dan mengaguminya, sementara nikmat yang ada dalam hidupku sendiri malah kuabaikan.

Aku sering memandang orang lain seolah hidup mereka jauh lebih indah. Lihat saja, ada yang rezekinya lancar, rumah tangganya harmonis, pekerjaannya mapan, bahkan langkahnya terasa ringan. Sementara aku? Aku sibuk bergumul dengan rasa cemas, sibuk mengurus luka-luka batin yang tak kunjung sembuh, sibuk bertanya kenapa takdirku seakan tak berpihak. Dan tanpa sadar, perbandingan itu membuat kakiku semakin berat untuk melangkah.

Padahal kalau mau jujur, nikmat itu juga ada di sisiku. Aku masih bisa bernafas, masih punya tubuh yang bekerja meski sering lelah, masih bisa makan dan minum dengan tenang, masih bisa tertawa sesekali bersama orang-orang yang peduli. Tapi anehnya, semua itu terasa biasa saja. Tidak pernah kulihat sebagai nikmat besar. Yang kuanggap nikmat adalah apa yang ada pada orang lain, yang punya sesuatu lebih dariku. Jadi wajar saja kalau hatiku terasa sempit.

Sering aku bertanya-tanya, kenapa aku begitu mudah mengagumi hidup orang lain tapi begitu sulit menghargai diriku sendiri? Kenapa aku bisa mengingat detail kebahagiaan orang lain, tapi lupa pada sekian banyak pertolongan Tuhan yang sudah kuterima? Rasanya seperti hidup dalam penjara pikiran, di mana aku selalu merasa kurang hanya karena membandingkan.

Lebih sakit lagi ketika aku melihat orang lain yang bahkan tidak terlalu berusaha, tetapi hidupnya tampak mulus. Sementara aku, yang sudah jungkir balik berdoa dan berusaha, masih saja jatuh bangun. Dari situlah muncul kecewa, bahkan kadang rasa iri yang membuat dada makin sesak. Aku tahu iri itu racun, tapi jujur, kadang aku tidak sanggup menolaknya. Aku hanya manusia yang sedang letih karena merasa kalah.

Namun perlahan aku belajar, meski dengan air mata, bahwa membandingkan hidupku dengan orang lain hanyalah cara tercepat untuk menghancurkan diriku sendiri. Orang lain punya jalannya, aku juga punya jalanku. Apa yang mereka dapat bukan berarti untukku, dan apa yang untukku tidak akan pernah bisa direbut siapa pun. Kalimat itu sederhana, tapi butuh luka panjang untuk benar-benar masuk ke hati.

Jadi sekarang, kalau hariku terasa berat, aku coba berhenti sejenak. Aku tatap apa yang ada di depanku. Aku hitung kembali nikmat yang sering kulupakan. Dan meski belum sepenuhnya bisa ikhlas, setidaknya aku mulai sadar: mungkin letihku bukan karena takdirku, tapi karena caraku memandang. Karena aku terlalu sibuk mengagumi nikmat orang lain, sementara nikmatku sendiri sering kuanggap sepele.

Dan siapa tahu, ketika aku belajar menghargai yang kupunya, hidup ini tidak lagi terasa seberat kemarin. Karena ternyata, lelah itu bukan dari takdir, tapi dari cara hatiku memilih untuk melihat.






sumber foto

Comments

Popular Posts