Mimpi, Primbon, dan Rasa yang Tak Tuntas
Aku masih kepikiran soal mimpiku semalam. Rasanya begitu nyata, seakan aku benar-benar sedang berdiri di hadapan ibuku yang sudah tiada. Wajahnya jelas, bahkan detail sesaknya pun masih sama. Setelah bangun, bukannya lega, aku malah diliputi pertanyaan: apa maksud mimpi ini? Kenapa hadir begitu tiba-tiba?
Sejak itu, aku mulai sibuk mencari-cari arti mimpiku. Namanya manusia, kalau sudah penasaran pasti ingin menemukan jawaban. Aku sempat membuka-buka primbon. Katanya, kalau kita memimpikan orang yang sudah meninggal, itu tanda kerinduan yang mendalam, atau mereka sedang butuh doa kita. Ada juga tafsiran bahwa orang yang hadir dalam mimpi datang untuk “menjenguk”, sekadar memastikan kita baik-baik saja. Entahlah, aku tidak tahu harus percaya yang mana.
Di sisi lain, aku juga mencoba melihat dari kacamata psikologi. Katanya, mimpi seringkali hanya refleksi dari isi kepala kita—pikiran yang tidak selesai, rasa rindu yang tidak tersalurkan, atau trauma yang diam-diam masih membekas. Jadi mungkin mimpiku semalam bukan pesan mistis, melainkan hasil dari kerinduan yang selama ini kupendam. Tubuh tidur, tapi hati masih bekerja keras menagih pertemuan dengan seseorang yang tidak mungkin kembali.
Aku lalu sadar, apa pun tafsirnya, mimpi itu tetap saja mengarah ke satu hal, aku rindu. Rindu yang terlalu dalam sampai-sampai mencari jalannya sendiri untuk menampakkan diri. Primbon boleh bicara soal pertanda, psikologi boleh menyebutnya refleksi alam bawah sadar, tapi intinya tetap sama. Mimpi itu adalah cermin dari hatiku sendiri.
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya. Happy blogwalking!