Mimpi yang Membawa Pulang Rindu
Semalam, untuk pertama kalinya sejak kepergian bapak dan ibuku, aku memimpikan almarhumah ibu. Rasanya aneh sekaligus menggetarkan. Aku kira waktu akan menjauhkan semua bayangan tentang beliau, tapi ternyata tidak. Wajahnya muncul begitu jelas, dengan ekspresi yang sama seperti dulu, lembut, penuh kasih, tapi juga masih membawa jejak sakit yang dulu merenggutnya. Yang membuat dadaku sesak, bahkan dalam mimpi itu pun, ibu masih terlihat kesulitan bernapas, sama seperti saat-saat terakhir beliau di dunia.
Aku terbangun dengan jantung berdegup kencang. Ada perasaan seolah aku barusan dipaksa menonton ulang bagian paling pahit dalam hidupku. Bedanya, kali ini bukan di dunia nyata, melainkan di ruang mimpi yang seharusnya jadi tempatku beristirahat. Bukannya tenang, aku justru dihantam kerinduan yang rasanya hampir menenggelamkan. Aku duduk, menatap gelap, dan spontan merapal doa. Karena hanya itu yang bisa kulakukan untuknya sekarang, mengirim doa, berharap sampai pada beliau yang sudah tenang di alam sana.
Entah apa artinya mimpi itu. Katanya, kalau kita memimpikan orang tua yang sudah tiada, itu tanda rindu yang terlalu dalam. Ada juga yang bilang itu pertanda doa kita masih dibutuhkan oleh mereka. Aku tidak tahu harus percaya yang mana. Yang jelas, setelah mimpi itu, aku merasa seperti diberi pengingat lagi: bahwa meskipun ibu sudah tidak ada secara fisik, cintanya tetap melekat di ruang paling dalam dalam hatiku. Rasa kehilangan itu tidak akan pernah benar-benar hilang, hanya berubah bentuk. Dari pelukan menjadi doa, dari sapaan menjadi kenangan, dari kebersamaan menjadi rindu yang tak berujung.
Di balik kesedihan itu, ada juga rasa syukur. Syukur karena aku masih bisa “bertemu” ibu, meski hanya sebentar dan melalui mimpi. Rasanya seperti diberi kesempatan singkat untuk melihat wajahnya lagi, mengingat kembali detail yang mungkin mulai kabur di ingatan. Aku merasa seolah beliau datang hanya untuk mengingatkanku agar jangan lupa mendoakan, agar jangan larut dalam kesibukan dunia sampai lupa pada yang sudah mendahului.
Setelah lama termenung, aku sadar, mimpi itu bukan sekadar mimpi buruk. Itu semacam jendela kecil yang Tuhan bukakan supaya aku bisa kembali dekat dengan ibuku. Meski wajahnya hadir bersama sakitnya, aku memilih untuk percaya bahwa itu caranya menunjukkan, “Aku masih ada di hatimu. Jangan berhenti berdoa untukku.” Dan aku pun menguatkan diri.
Mungkin memang begitu cara rindu bekerja. Kadang datang melalui kenangan, kadang melalui mimpi. Tidak selalu indah, tapi selalu mengikat. Dan aku belajar menerima, kehilangan tidak pernah benar-benar usai, hanya berubah menjadi pengingat bahwa cinta ibu akan selalu hidup di dalam diriku.
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya. Happy blogwalking!