Monster Itu Dibentuk, Bukan Diciptakan


 Kalau dipikir-pikir, monster itu sebenarnya bukan sesuatu yang lahir begitu saja. Mereka tidak tiba-tiba muncul dari kegelapan dengan taring dan cakar. Monster itu terbentuk, sedikit demi sedikit, lapis demi lapis, dari luka yang tidak pernah sembuh, dari amarah yang dibiarkan menumpuk, dari kecewa yang tidak pernah terucap. Kadang, monster itu bukan makhluk di luar sana, tapi justru manusia yang awalnya sama lembutnya dengan kita.

Bayangkan seseorang yang sejak kecil penuh harapan. Dia mungkin pernah polos, pernah tulus, pernah ingin memberi kebaikan. Tapi dunia seringkali tidak ramah. Dikhianati, diremehkan, dilukai, dipermalukan, semua itu membekas. Lama-lama, luka yang tidak terobati itu mengeras, jadi tameng, lalu berubah jadi taring. Dan jadilah dia “monster” di mata orang lain. Padahal, kalau kita mau mundur sedikit dan melihat prosesnya, dia hanyalah hasil dari lingkungan yang tidak pernah memberinya kesempatan untuk tetap jadi manusia biasa.

Monster itu terbentuk dari kesalahpahaman. Dari orang-orang yang tidak mau mendengar, hanya mau menilai. Dari masyarakat yang lebih suka menunjuk jari ketimbang merangkul. Mereka dipaksa menutup hatinya, karena setiap kali terbuka, yang masuk hanya racun. Jadi jangan heran kalau akhirnya mereka memilih jadi sosok yang dingin, keras, bahkan kejam. Itu bukan karena mereka lahir untuk begitu, tapi karena keadaan yang membentuk mereka jadi begitu.

Dan kalau kita jujur, kita semua punya benih monster dalam diri masing-masing. Kita semua pernah marah, pernah kecewa, pernah merasa dikhianati. Bedanya, ada yang berhasil mengolah luka itu jadi sesuatu yang lebih baik, ada yang terjebak dalam gelapnya. Jadi monster itu bukan makhluk asing, tapi bisa saja kita sendiri kalau tidak hati-hati menjaga hati.

Makanya, setiap kali kita melihat seseorang yang terlihat “kejam” atau “berbeda”, coba tahan sebentar untuk tidak langsung menghakimi. Karena siapa tahu, yang kita lihat itu bukan monster asli, tapi manusia yang terlalu lama ditempa luka sampai akhirnya menyerah jadi sosok yang menakutkan. Dan mungkin, jauh di dalam dirinya, dia masih berharap ada yang melihatnya bukan sebagai monster, tapi sebagai manusia yang ingin dipahami.





Comments

Popular Posts