Sehari Ngurus Mobil, Tapi yang Remuk Bukan Mesin, tapi Kesabaranku
Hari itu niatku sederhana, ngurus mobil. Nggak ada ambisi muluk-muluk, nggak mau ribet, cuma pengen mobil beres dan kepala tenang. Tapi entah kenapa, setiap kali urusan sudah menyentuh kendaraan dan administrasi, hidup kayak punya agenda sendiri buat ngetes kesabaran. Dimulai dari hal yang kelihatannya sepele: servis mobil gara-gara oli mrembes setelah ganti oli.
Iya, setelah ganti oli. Harusnya beres, kan? Tapi kenyataannya malah jadi babak baru. Lantai parkiran jadi saksi bisu tetesan oli yang bikin aku mikir, “Ini mobil bocor atau aku yang apes?”
Berangkat ke bengkel dengan perasaan setengah pasrah. Mekaniknya ngecek, jelasin ini-itu, aku manggut-manggut sambil nahan rasa jengkel. Olinya dibenerin, katanya sih aman. Oke, satu masalah kelar. Tapi kan belum selesai. Sekalian aja, pikirku, bayar pajak tahunan mobil. Biar sekalian beres, hidup nggak punya utang pikiran. Datanglah aku ke Samsat, dengan harapan semuanya lancar. Ternyata harapan itu terlalu muluk. Ditolak. Alasannya klasik tapi nyebelin, KTP harus pemilik asli. Lah, ya aku ngerti aturannya, tapi tetap aja rasanya kesel. Udah niat baik, malah mentok di meja depan.
Keluar dari Samsat, aku tarik napas panjang.
Belum apa-apa, energi udah kepake. Balik ke bengkel lagi, lanjut urusan lain, AC mobil yang udah nggak dingin. Panasnya Jakarta nggak bisa diajak kompromi, dan AC mobil yang cuma keluar angin hangat itu rasanya kayak penghinaan. Di bengkel, dicek lagi, dan vonisnya sederhana, freon habis, harus isi ulang. Oke, gas. Sambil nunggu, ngobrol sama orang bengkel. Dari situ muncul saran yang katanya solutif, “Pajak tahunan bayar via marketplace aja, Pak. Gampang.”
Aku mikir, ya udah, kenapa nggak? Dunia sudah digital, masa aku masih ribet?
Selesai isi freon, AC dingin lagi, hatiku sedikit adem. Langsung buka HP, cari menu bayar pajak kendaraan, isi data satu per satu. Nomor polisi, NIK, nomor mesin, semua kuisi dengan penuh kehati-hatian.
Sampai di bagian nomor HP. Di sinilah tragedi kecil itu terjadi. Aku tulis kode negara 62 di depan nomor. Harusnya nol. Sepele, kelihatannya. Tapi begitu transaksi selesai, baru ngeh, notifikasi nggak masuk. Konfirmasi nggak ada. Bukti bayar entah ke mana.
Duduk di bengkel sambil bengong, aku cuma bisa ketawa pahit. Seharian muter, niatnya beresin mobil, tapi yang kebanyakan diuji justru kesabaran. Oli bocor, pajak ditolak, AC panas, lalu bayar pajak yang entah nyasar ke nomor siapa.
Rasanya kayak hidup bilang, “Pelan-pelan dong, jangan ngerasa bisa ngatur semuanya.” Akhirnya aku cuma bisa pasrah, mikir besok urusan ini harus diberesin lagi. Capek iya, kesel iya, tapi mau gimana? Kadang hidup memang nggak rusak besar, cuma diganggu hal-hal kecil yang numpuk.
Dan hari itu, mobilku sehat, tapi kepalaku yang butuh servis.



Comments
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya. Happy blogwalking!