Ketika Semua Sudah Terlanjur Hilang
Ada luka yang paling sulit disembuhkan, yaitu ketika kita sendiri yang jadi penyebabnya. Rasa menyesal selalu datang belakangan, menyisakan ruang kosong yang tidak bisa diisi apa pun. Kesempatan yang hilang tidak akan pernah kembali, dan kepercayaan yang rusak tidak akan pernah sama seperti semula. Dua hal itu seperti kaca yang jatuh dari ketinggian. Bisa saja kita kumpulkan pecahannya, bisa saja kita coba rekatkan, tapi bentuk aslinya tidak akan pernah kembali sempurna. Selalu ada bekas, selalu ada retak. Dan itulah yang saat ini kurasakan.
Kadang aku duduk sendiri, memutar ulang semua kesalahan di kepalaku. Bukan karena aku ingin menyiksa diri, tapi karena rasa bersalah itu tidak pernah benar-benar hilang. Setiap kali aku ingat wajah mereka, setiap kali terlintas momen-momen yang sudah kulewati, hatiku serasa diremas. Aku tahu, kalau saja dulu aku lebih sabar, kalau saja aku lebih bijak, kalau saja aku lebih menghargai… mungkin semuanya tidak akan berakhir seperti ini. Tapi kata “kalau saja” hanya tinggal angan. Nyatanya, aku sudah merusak sesuatu yang berharga.
Ada orang yang bilang, waktu akan menyembuhkan. Tapi aku tidak yakin. Waktu hanya membuat kita terbiasa dengan luka, bukan benar-benar menyembuhkan. Karena setiap kali ada yang mengingatkan, rasa itu muncul lagi. Sama perihnya, sama pedihnya. Kepercayaan, sekali hancur, tidak bisa dibangun dengan kata-kata manis atau janji-janji kosong. Butuh waktu panjang, butuh konsistensi, dan kadang, bahkan semua usaha itu pun tidak cukup. Karena yang rusak bukan hanya keyakinan orang lain padaku, tapi juga keyakinanku pada diriku sendiri.
Aku sering merasa tidak pantas lagi. Tidak pantas didengar, tidak pantas diberi kesempatan, bahkan tidak pantas untuk meminta maaf. Bagaimana aku bisa minta dimaafkan, kalau aku sendiri belum bisa memaafkan diriku? Rasanya seperti berjalan di lorong gelap yang tidak ada ujungnya. Aku ingin keluar, tapi kakiku terpaku. Aku ingin memperbaiki, tapi tanganku kosong. Yang ada hanya penyesalan, terus-menerus.
Dan mungkin, ini pelajaran terbesar yang bisa kupetik: hargai selagi ada. Jangan tunggu semuanya hilang baru merasa menyesal. Jangan tunggu kepercayaan hancur baru sadar betapa berharganya itu. Karena hidup tidak selalu memberi kita kesempatan kedua. Kadang kesalahan hanya dibalas dengan kehilangan permanen. Kadang penyesalan hanya menjadi pengingat sepanjang hidup, tanpa ada ruang untuk memperbaiki.
Hari ini aku hanya bisa menerima. Bahwa ada hal-hal yang tidak bisa diperbaiki lagi. Bahwa ada luka yang harus kutanggung sendiri. Berat memang, tapi inilah kenyataannya. Dan mungkin satu-satunya jalan adalah belajar menghargai apa yang masih tersisa. Belajar menjaga orang-orang yang masih ada, meski aku tahu aku pernah gagal melakukannya. Karena kalau aku terus terjebak dalam sesal, aku hanya akan mengulangi kesalahan yang sama: kehilangan lagi, dan lagi.
Mungkin tidak ada jalan kembali. Tapi selalu ada jalan untuk melangkah ke depan, meski dengan hati yang masih penuh retak. Dan siapa tahu, suatu hari nanti, retakan itu bisa menjadi pengingat, bahwa aku pernah salah, dan aku tidak ingin mengulanginya lagi.
sumber foto
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya. Happy blogwalking!