Tuesday, September 1, 2009

Sehat

"Berpuasalah maka kamu akan sehat"



**********

Sepi. Itulah kesan pertama yang terlihat ketika aku datang ke tempat itu. Meskipun ini bukanlah kedatangan pertamaku, tapi aku masih merasa gugup sekali ketika memasuki pelatarannya. Aku berdiri cukup lama di pelataran, memerhatikan sekitar dan membaca suasana. Seperti kedatanganku sebelumnya.

Bangunan itu masih sama seperti ketika aku datang ke sini setahun yang lalu. Bangunan besar, berteras besar menghadap ke arah matahari terbit. Cat tembok dengan warna yang sama. Hanya satu perubahan yang langsung membuatku tertuju dengan perubahan itu. Bangunan dekat pintu gerbang itu, setahun lalu aku tidak menemukannya di sana. Dulu, itu adalah bangunan untuk penjaga, seseorang yang akan memeriksa siapa saja yang akan masuk dan bertanya, “Ada keperluan apa?”

Setelah memperlambat parkirku dan bertanya pada salah satu juru parkir, aku mulai menuju ke arah bangunan baru itu. Tak ada tulisan “Dorong” atau “pull” pada pintu itu, aku hanya melakukannya berdasarkan pengalamanku saja. Aku mendorong berlahan pintu kaca itu. Begitu pintu tersibak, aroma karbol langsung menyeruak. Menusuk hidungku, menonjok perutku. Aku masih membenci aroma ini.

Pandanganku menyapu ruangan. Ruangan demi ruangan, kamar demi kamar yang berada dalam ruangan itu. Dari ujung barat hingga ujung timur dan.... “Ada perlu apa, mas?” Tanya salah satu petugas dari ambang pintu kamar di ujung ruangan, penasaran.

Aku sedikit membungkukkan badanku memasang muka manis di hadapannya. Pikiranku masih sama, ‘Aroma karbol ini benar-benar membuatku mual’. Aku mendekat. Dia masuk ke ruangannya. Aku mengikutinya.

Setelah mempersilahkan duduk, dia mulai bertanya maksud kedatanganku. Setelah tahu, dia mulai mengambil catatan dan mulai membrondongku dengan beberapa pertanyaan. “Nama.....? Umur....? Alamat....? “ tanya penjaga itu padaku tanpa jeda. Tangan kanannya terus menulis setiap jawaban tanpa menoleh ke arahku.

“Tinggi badan....? berat badan......?” aku diam, cukup lama. Aku tak tahu harus menjawab apa. “nggak tahu?” tanya penjaga itu seraya menoleh padaku. Aku menggeleng pelan dan senyum mengambang. ‘Dari pada diam’ dalihku membenarkan tindakanku.

Dia mengangguk dan membalas senyumku, “Baiklah, ditimbang dulu.... sekalian diukur juga tinggi badannya....”

Bangkit dari kursi, melangkah ke arah kiri tiga langkah dan berkata, “Mari...” Kata dia mempersilahkan padaku untuk ditimbang dan diukur tinggi badanku.

Aku mengikuti ajakannya, melepas alas kakiku dan naik di atas timbangan plus pengukur tinggi badan.

Dia kembali ke kursinya. Menulis tinggi badan dan berat tubuhku. “Masih sama, nggak pernah berubah.” Kataku basa-basi. Dia tak menghiraukan perkataanku.

“Tunggu sebentar ya.....” dia bangit dari kursinya lagi. Kali ini dia berjalan ke arah kamar di sebelahnya, menyerahkan kertas yang dibawa kepada petugas lainnya dan mempersilakanku, “Silahkan.....”

Aku bangkit dari kursi dan berjalan ke arahnya. Petugas yang baru mempersilahkanku untuk duduk dan mulai membaca sekilas catatannya. “Pakai kaca mata ?” tannyanaya sambil melihat ke arahku.

“Tidak.” Jawabku seraya menggelengkan kepala. Dia mulai menulis jawabanku.

“Untuk apa ini.....?“ Tanyannya lagi. Kali ini dia tidak melihat ke arahku, sibuk pengisi isian yang belum terisi. Selesaai menulis, diperiksanya lagi catatannya. “Silahkan dibawa ke mbak iya tadi.....” Suruhnya dan memberikan catatan itu padaku untuk dibawa kepada petugas pertama.

Sesampai di depan kursi penjaga pertama, aku menyerakhan lagi catatan itu, “Sudah?” tanyanya. Aku mengangguk pelan. Dia meraih catatan itu dari tanganku, mengambil catatan lain berwarna hijau, kecil dan menuliskan namaku di atas kertas kecil itu.

“Ke loket ya.....” Dia menunjuk loket yang ada di samping ruangannya, kertas berwarna hijau itu sudah diberikan padaku. Aku bertanya, apakah betul itu loketnya? Dia menjawab, “Iya,” Mengangguk dan menunjuk loket itu.

Seorang ibu dan ankanya memasuki ruangan ketika aku menuju ke loket. Untuk beberapa saat, aku berdiri di depan loket menunggu petugas lain memanggilku. Ketika dia datang, aku menyerahkan kertas itu padanya.

“Sepuluh ribu,” Ucapnya. Aku mengeluarkan uang dari dompetku dan memberikan kepadanya. Selesai membayar di loket, aku kembali ke petugas pertama, “Sudah?” tanyanya. Aku mengangguk, “Mohon tunggu dulu ya...” Pintanya. Seorang ibu dan anak itu sekarang sedang duduk di hadapan petugas itu. Selesai dengan sang ibu tadi, petugas itu memanggilku dan mempersilahkan aku mask ke ruangannya. Ketika aku masuk, dia tengan melipat catatanku tadi dan memasukkannya ke dalam amplov puih kemudian menyerahkan padaku.

“Terima kasih....” Kataku kemudian melangkah menuju luar ruangan beraroma karbol itu. Meninggalkan ruangan yang telah membuat mual dari aroma.

******

Perkenalkan, namaku Ardian Sahru Ramadhan. Salah satu mahasiswa semester awal di institut besar di Jawa Timur. Sedangkan honeyku, Ardiani Putri Ramadhan. Seorang guru muda, yang mengajar di salah satu sekolahan elite di Jawa Timur.

Tunggu sebentar, ada satu sms masuk di inboxku. “Honey, ftq ya pas dkdr kmrn krm dong ke emailku...mo q masukin album.”

Aku tersenyum membaca sms itu. Akhirnya, setelah kemarin dibuat terpingkal-pingkal dengan sms polosnya, hari ini, ternyata dia sudah berhasil mengakses akun facebooknya.

Mulai sekarang, aku bisa lebih dekat dengannya jika berada jauh darinya. Kalau begitu, aku ingin menulis sesuatu di dindingnya. Sekarang juga.

“Honey, hari kelima ini, aku sehat sekali.” Tulisku pada wall profil honeyku sambil melirik pada amplop putih yang tergeletak di atas meja. Sebuah surat keterangan sehat dari kedokteran telah aku dapatkan.


No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungannya. Happy blogwalking!