Iklan Kafarat Muncul Terus. Aku Harus Bayar Apa Nggak Sih?
Akhir-akhir ini, 2 hari ini, timeline-ku kayaknya lagi rajin banget ngelempar iklan tentang bayar kafarat. Mungkin algoritma kira aku ini manusia penuh dosa yang lagi butuh paket tobat cepat saji. Padahal ya bukan gitu, aku ngerti kok maksud kafarat itu apa, bayar denda untuk tebus kesalahan tertentu. Tapi setiap kali iklan itu lewat, aku cuma bisa bengong dan nanya ke diri sendiri, “Aku ini perlu bayar kafarat apa nggak, sih?” Bukannya gak mau, cuma… bingung. Apa dosa-dosa random yang aku lakukan sudah masuk kategori yang butuh kafarat?
Yang bikin lucu, kadang iklannya tuh dramatis banget. Ada yang bilang “Tebuslah kesalahanmu hari ini juga sebelum terlambat”, lengkap dengan background musik melankolis seolah-olah hidupku tinggal 3 episode lagi. Ya ampun, emang aku dosa apa sih? Aku jadi mikir panjang. Kayak, apakah aku pernah melanggar sumpah? Pernah nggak sengaja batalin puasa wajib? Atau ada hal-hal tertentu yang kelewat? Tapi kalau dipikir-pikir lagi, ya… aku orang biasa yang hidupnya tidak sedramatis sinetron Ramadan. Kebanyakan salahku tuh lebih ke ngeluh sama hidup dan kadang telat sholat. Itu pun udah bikin aku auto merasa bersalah tanpa harus liat iklan kafarat.
Masalahnya, iklan-iklan ini bikin aku bertanya hal-hal yang bahkan sebelumnya gak terpikirkan. “Eh, aku perlu bayar kafarat gak, ya?” Bukan karena pengen pamer ketaatan, tapi karena takut salah langkah. Salah satu kekhawatiran terbesar orang beragama tuh kan takut ibadahnya gak sah, takut kurang, takut salah arti. Apalagi hidup sekarang banyak banget hal yang bikin kita ngerasa belum cukup baik. Aku sendiri kadang merasa gitu, tapi ya rasanya juga gak mau sembarangan bayar sesuatu yang bahkan aku gak yakin konteksnya apa.
Yang bikin tambah aneh, aku juga ngerasa kayak lagi dihakimi algoritma. Kayak ada AI yang duduk di pojokan sambil ngomong, “Kayaknya kamu banyak melanggar sumpah, deh. Nih, bayar kafarat.” Padahal sumpah aja aku jarang-jarang bikin. Kalau pun ada, paling sumpah gak mau makan pedes lagi tapi besoknya ngacir ke warteg. Apa itu juga perlu kafarat? Masa iya?
Lucunya lagi, aku juga bukan tipe orang yang gampang ikut-ikutan. Jadi ketika iklan itu muncul, aku malah kayak, “Hmm… harus cek dulu nih ke ustaz, bukan ke Facebook Ads.” Tapi ya, kenyataannya aku cuma mikir, terus scroll lagi. Lanjut nonton video kucing, baca thread gosip, atau tiba-tiba mikirin hal tidak penting lainnya.
Intinya, aku tahu kafarat itu ibadah yang serius. Gak bisa cuma gara-gara iklan lewat lalu aku langsung bayar. Harus jelas konteksnya, pelanggaran apa, situasi apa, dan hukum apa yang berlaku. Kalau gak ada hal yang bener-bener aku langgar menurut syariat, ya berarti aku cukup istighfar aja dan memperbaiki yang bisa diperbaiki. Karena agama itu bukan soal panik lalu bayar ini-itu, tapi soal memahami dan menjalankan dengan tenang.




Comments
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya. Happy blogwalking!