Tahun ini, sebelum hari pertama puasa, dua warga sama-sama kehilangan barang. Lima hp milik satu warga hilang, dan 1 hp plus uang jutaan di rumah warga lainnya. Kebetulan, warga terakhir yang kehilangan ini, dia adalah salah satu tetangga dekatku. Rumahku bersebelahan dengan rumahnya.
Sehari sebelum puasa, yang diomongkan hampir semua warga di kampung kami hampir sama, berita kehilangan. Dari satu sumber berita, menyebar ke seluruh warga kampung lainnya. Seperti yang sering terjadi, sedikit banyak, berita itu mengalami penambahan-penambahan, yang tentunya, kita paham mengapa itu terjadi.
Sore harinya, seperti dengan aktivitas- aktivitas warga lainnya, kampung kami juga ramai oleh para peziarah. Mereka datang dari kampung kami sendiri, atau pun dari para pelancong yang kebetulan mempunyai keluarga yang dikuburkan di kampung kami. Kalau musim peziarah seperti ini, di kanan dan kiri jalan kampung kami akan banyak sekali penjual bunga dadakan. Mereka biasanya hanya berjualan menjelang Ramadhan seperti ini. Alasannya masih sama, mencari uang tambahan untuk menyambut Ramadhan.
Sebelum kami lanjutkan cerita kami, perkenalkan, namaku Ardian dan kekasihku, Ardiani. Nama yang hampir mirip. Karena kemiripan inilah murid-murid kami sering menjodohkan kami dan mengatakan kecocokan kami. Dan dari olok-olokan mereka inilah awal kedekatan kami. Meskipun, dalam menjalaninya kami harus sembunyi-sembunyi dari rekan dan murid kami. Kami selalu merahasiakan hubungan kami hingga akhirnya, sebaik-baik kami menyimpan bangkai, akhirnya pun akan tercium juga. Demikian juga hubungan kami berdua.
Ramadhan ini, beberapa Minggu sebelumnya memang aku sudah mempunyai niatan untuk mencukur rambutku. Maklum, sudah beberapa bulan ini rambut di kepala aku biarkan panjang. Begitu mendapat momen yang tepat, menjelang Ramadhan, akhirnya kuputuskan untuk memangkas rambutku agar lebih terlihat lebih rapi. Ini pun juga karena permintaan honeyku.
Saat kuberi tahu, bahwa aku akan ke salon rambut jum’at ini, satu hari sebelum puasa, dia sepertinya antusias sekali. Dia penasaran, bagaimana kalau honeynya selesai mencukur rambutnya di salon. Nah, bagaimana tanggapan dia setelah hari jum’at tiba?
Ternyata, sebelum dia tahu hasilnya, dia harus balik ke kampungnya. Libur awal Ramadhan memang dimanfaatkan oleh honeyku untuk pulang kampung. Demikian juga diriku. Kami memang sama-sama hidup merantau. Saat mendapat kesempatan untuk pulang kampung, honey senang sekali. Apalagi, bapaknya berjanji akan menyiapkan kejutan untuk menyambut kedatangannya. Aku, seperti halnya dengan dia, pun turut menduga-duga, kejutan apa yang akan diterima honey.
Dari sms-sms kita, kita memang berlomba-lomba untuk menerka-nerka. Aku pernah menebak, kejutan yang disiapkan adalah lamaran dari seseorang, dia jawab bukan. Terkaan ini sebenarnya hanya untuk menggodanya. Apalagi sudah dua kali dia mendapat lamaran dari dua orang rekan kerjanya, tapi ditolak seketika. Dia belum mau menjadi istri saat ini. Masih ingin bebas, sebebas merpati. Tapi mengapa ketika dengan aku dia mau?
Kemudian, aku menebak ‘motor’ sebagai kejutan yang telah dipersiapkan oleh ayahnya. Dia hanya mengirimkan senyum dalam smsnya, “:-].” Tebakanku berarti benar. Dia berharap banget jika kejutan itu adalah sebuah motor. Yah..... itu pun aku tahu mengapa sebabnya. Ehm... ehm.....
Karena jarak yang memisahkan antara kami berdua, otomatis, aku kehilangan kabar beritanya. Hanya melalui sms, kita berkirim kabar, mengabarkan keadaan dan aktivitas kami berdua. Aku menjalani hari pertama puasa tanpa kehadirannya.
Sholat terawih hari pertama, masjid kampung kami penuh, tentu saja. Dari dulu, di awal-awal Ramadhan, semua orang masih bersemangat menjalankan. Memasuki pertengahan Ramadhan, wah... jangan tanya lagi. Penyakit-penyakit malas sudah kambuh lagi. Demikian juga di kampung dia. Di awal Ramadhan, masjid penuh sesak. Jamaah sampai meluber ke teras masjid. Bersemangat.
Hari pertama Ramadhan, kami gunakan untuk istirahat total. Istirahat dengan arti sebenarnya. Tanpa aktivitas yang melelahkan maksudnya. Aku menghabiskan puasa hari pertama dengan berpuas-puas diri duduk di depan komputer, sesekali memperbaharui status facebook dan memberikan komentar-komentar garing dalam status teman-teman yang ada di listku. Sedangkan honeyku, dia menghabiskan hari pertama puasa dengan perasaan kecewa. Kecewa karena kejutan yang dijanjikan bapaknya ternyata dibatalkan dengan alasan yang belum bisa diterima.
Puasa dalam arti sebenarnya, yakni menahan lapar sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya sang surya di ufuk barat. Selama itu pulalah kami menahan lapar , dahaga dan segala hal yang membatalkan puasa.
Aktifitas menunggu waktu berbuka, bagi sebagian orang mungkin akan menjadi momen yang menyenangkan. Tapi bagiku, semua terasa hambar. Tanpa aktifitas yang berarti. Hanya mengaji, setelah itumain game lagi. Apalagi, hari pertama puasa ini penyakit ibu kambuh lagi. Tidak terlalu mengkhawatirkan sih, tapi ujung-ujungnya, kami sekeluarga yang menjadi korban. Separah apakah penyakit ibuku?
Kalau dibilang parah, sebetulnya memang parah. Karena sudah dapat mengancam keberlangsungan hidup sekeluarga. Sebenarnya, apa sih penyakitnya?
“met brbuka, honey...... smg ibdh puasa hr ini mndptkn phl. Amn.”.
Amin... met brbuka juga...ky’y ada yg kekenyangan nh...
ibu’ ndk masak sore ini. Jd mkn mskn sahur tadi pagi. Mnumnya ckup marimas, rs sirsak *dah biasa kalee.... kaget aja ntar kalo tahu, ibuku g suka masa. Kl ibuku masah, brti ada kjutan ha..ha..ha.. “
“gpp. Yg pnting bs buka...loh mang ibu’x kmn? Q’ g masak”
dr dl malez bgt kl hrus msk. Ntr liat aja, akhir2 rmadhan paling jg bkln beli stiap hr. Dah hpal nih pnyakit ibuku
what? Q’ malez? “
Sms kami terhenti sampai disitu. Adzan sudah memanggil kami untuk segera pergi ke masjid dan menunaikan sholat isya berjamaah yang kemudian dilanjutkan dengan sholat tarawih.
Puasa hari pertama, berjalan dengan "biasa". Baik diriku ataupun dirinya.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya. Happy blogwalking!