Bertarung Sampai Patah — Karena Kasihan Itu Bukan Mata Uang
Dengerin, gak ada yang bakal nangis atau ngasih kompensasi buat nasibmu, walau kamu laki-laki, walau kamu terjatuh berkali-kali.
Dunia itu bukan tempat bagi penunggu belas kasihan. Malah seringnya, kasihan jadi alasan orang buat mundur atau berhenti. Jadi daripada nunggu empati yang mungkin gak pernah datang, mending bertarung. Bertarung sampai sehancur-hancurnya, bukan buat pamer keberanian, tapi supaya nanti nggak ada lagi yang bisa bilang, “Ya ampun, kasihan.” Biarlah kata itu hilang dari kamus hidupmu.
Bayangin kamu di ring, semua lampu menyala, dan penonton sibuk berbisik. Banyak yang berharap kamu menyerah. Mereka senang melihat kelemahan. Nah, di momen itu, pilihan ada di tanganmu: lari atau tetap di tempat. Pilih bertahan. Biarkan pukulan datang. Rasain setiap sakitnya sampai tulangmu terguncang. Karena ketika kamu bertahan sampai batas itu, seluruh nyerang-nyerang dunia kehilangan daya magisnya. Mereka baru tahu kalau kamu bukan sekadar sosok yang mudah dipindahkan.
Menderita itu bukan tanda kalah. Menderita adalah tanda kamu masih berusaha. Waktu kamu merasa napas ngos-ngosan, itu tanda otot keberanianmu lagi tumbuh. Waktu kamu bangun dari jatuh yang bikin lutut berdarah, itu bukan hanya tentang luka; itu bukti bahwa kamu masih punya niat untuk bergerak lagi. Dan ketika rasa sakit mulai mereda, kamu akan lihat: bekasnya jadi tambang kekuatan. Orang-orang yang dulu meremehkanmu bakal bingung, karena mereka terbiasa melihat reaksi panik, bukan keteguhan.
Jangan salah paham.
Aku nggak bilang kamu harus mencari penderitaan demi penderitaan. Tapi kalau hidup ngasihmu cobaan, hadapi. Jangan lari. Jangan ngeles. Kalau perlu, teriakkan amarahmu ke dunia. Biarkan setiap tetes keringat jadi pernyataan: aku di sini, dan aku gak akan dipindahkan. Banyak laki-laki yang dikagumi bukan karena mereka tak pernah jatuh, tapi karena ketika jatuh mereka menolak tetap di tanah.
Di akhir hari, kalau kamu masih berdiri dengan tubuh penuh bekas, itu lebih berharga daripada berdiri bersih tanpa perjuangan. Karena yang kasihan itu bukan tanda kelemahan , itu cuma lampu jalan buat mereka yang belum siap berhadapan dengan kenyataan. Kamu? Kamu bertarung. Sampai sehancur-hancurnya. Sampai penderitaan itu tak sanggup lagi menghadapimu, karena kamu sudah menelan, mengolah, dan mengubahnya menjadi sesuatu yang kuat.
Jadi beranilah. Jangan minta kasihan. Ciptakan kekuatan yang membuat semua kasihan jadi tak relevan lagi.




Comments
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya. Happy blogwalking!