Jangan Letakkan Hatimu di Hati Manusia
Ada kalimat yang menampar hati: “Agar hati tidak mudah terluka, hiduplah seolah-olah kau tidak punya tempat istimewa di hati manusia mana pun.” Kalimat sederhana, tapi dalam sekali maknanya. Betapa sering kita kecewa, bukan karena tak punya apa-apa, melainkan karena menaruh harapan pada manusia. Kita berharap diperlakukan istimewa, dicintai, dihargai, atau setidaknya dianggap ada. Namun ketika semua itu tidak sesuai ekspektasi, hati pun gampang goyah, gampang sakit.
Manusia itu berubah-ubah. Hari ini bisa memuji, besok bisa mencaci. Hari ini bisa mengulurkan tangan, besok bisa berpaling tanpa menoleh. Kalau hati kita bergantung pada mereka, pasti akan lelah. Maka ada benarnya pesan itu: jangan merasa punya tempat istimewa di hati siapa pun. Sebab sejatinya, hati manusia bukan milik kita. Ia bisa berbalik arah kapan saja, dan kita tidak bisa memaksanya.
Para ulama salaf sudah lama mengingatkan tentang hal ini. Al-Hasan Al-Bashri pernah berkata, “Jangan engkau berharap sesuatu dari manusia, sebab bila engkau tidak mendapatkannya, engkau akan kecewa. Tetapi berharaplah kepada Allah, karena Allah tidak akan mengecewakanmu.” Kalimat itu menegaskan: jika hati menggantung pada manusia, yang datang hanyalah luka. Tetapi jika menggantung pada Allah, yang datang adalah ketenangan, bahkan di tengah kekecewaan terbesar.
Ada juga perkataan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah yang indah sekali: “Siapa yang menjadikan Allah sebagai tujuan utamanya, maka Allah akan mencukupkan segala kebutuhannya. Dan siapa yang menggantungkan hatinya pada manusia, ia akan sengsara.” Dari sini kita belajar bahwa muhasabah terbesar adalah menata arah cinta. Bukan berarti kita tak boleh mencintai manusia, tapi jangan jadikan mereka pusat segalanya. Cintailah secukupnya, beri ruang secukupnya, dan sadarilah bahwa setiap hati bisa berubah sewaktu-waktu.
Kalau direnungkan, kecewa itu hadir karena ekspektasi. Kita merasa punya tempat khusus, merasa akan selalu diingat, merasa akan selalu diperlakukan baik. Padahal, kita pun kadang lalai memperlakukan orang lain dengan cara yang sama. Maka bukankah lebih bijak kalau kita menata hati sejak awal: jangan merasa istimewa di hati siapa pun. Dengan begitu, kalau ada yang benar-benar memperlakukan kita dengan tulus, rasanya akan jadi bonus yang luar biasa.
Muhasabah ini membawa kita pada satu kesimpulan sederhana: jangan terlalu berharap pada makhluk, tapi dekatkan hati pada Sang Pencipta. Sebab manusia bisa mengecewakan, tapi Allah tidak pernah meninggalkan. Kalau hatimu hanya ingin dicintai, letakkan ia di sisi Allah. Kalau hatimu ingin merasa aman, serahkan ia pada-Nya. Karena saat hati sudah penuh dengan cinta Allah, luka dari manusia akan terasa lebih ringan, dan kekecewaan tidak lagi menjadi beban sebesar dulu.
Maka hiduplah dengan hati yang bebas. Bebas dari rasa ingin selalu dianggap penting, bebas dari keterikatan yang membuatmu rapuh. Biarlah manusia mencintaimu atau melupakanmu, biarlah mereka memuji atau mencaci. Yang paling penting adalah bagaimana hatimu tetap utuh bersama Allah. Dan di situlah, luka yang datang tidak lagi membekas sedalam sebelumnya.
sumber foto
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya. Happy blogwalking!