Luka yang Tak Selesai-Selesai

 


Kirain aku sudah berhasil melewati masa kelamku. 

Kupikir, setelah sekian waktu berjalan, semua akan pulih. 

Aku kira tangis yang dulu membanjir sudah kering bersama berlalunya hari. Tapi ternyata, tidak semudah itu. 

Trauma itu seperti hantu. 

Tidak kelihatan, tapi terasa. Ia datang diam-diam, tanpa aba-aba, lalu meremas tubuh dan jiwaku hingga gemetaran. 

Kadang sampai menggigil, lemas, padahal tak ada satu pun yang menjawil atau menyentuhku. Hanya pikiranku sendiri yang berputar-putar, mengulang kejadian yang seharusnya sudah selesai.

Ada kalanya aku sedang duduk tenang, lalu tiba-tiba saja rasa takut itu datang. Seperti ada bayangan gelap yang merayap dari belakang, menyergap tanpa permisi. Detak jantungku berlari, keringat dingin muncul, dan tubuhku bergetar. Padahal, nyata-nyatanya tidak ada apa-apa. Tidak ada bahaya, tidak ada ancaman. Semua hanya ada di kepalaku. Semua hanya potongan kenangan yang terus diputar ulang oleh otakku yang keras kepala. Aku lelah, sungguh. Lelah melawan sesuatu yang bahkan tak bisa kupegang.

Trauma itu seperti jejak yang terlalu dalam, susah dihapus. Meski sudah kututupi dengan lapisan demi lapisan doa, waktu, dan pengalihan, ia tetap ada di sana. Kadang samar, kadang jelas. Kadang membuatku hanya menghela napas panjang, kadang membuatku benar-benar lumpuh untuk bergerak. Bagiku, ini lebih menyeramkan daripada luka fisik. Karena orang lain bisa melihat jika aku berdarah, bisa menolong jika aku jatuh. Tapi ketika aku terjebak dalam pikiranku sendiri, siapa yang bisa menolong?

Dan seringkali, orang tidak mengerti. Mereka bilang, “sudah, lupain aja.” Seakan-akan semudah menutup buku dan beralih ke cerita lain. Padahal, otakku tidak bisa dimatikan begitu saja. Bayangan itu muncul di saat yang tidak kuduga. Rasa sakitnya pun seolah-olah baru terjadi kemarin. Aku ingin bilang ke mereka: ini bukan soal tidak mau lupa, ini soal tidak bisa. Luka batin itu seperti parut yang selalu gatal, selalu terasa, meski sudah bertahun-tahun berlalu.

Kadang aku sendiri bertanya, apa aku akan selalu hidup dengan trauma ini? 

Apa aku akan selamanya gemetaran tanpa alasan jelas? 

Atau suatu hari nanti, aku bisa benar-benar berdamai? 



sumber foto

Comments

Popular Posts