Perang yang Tidak Aku Mengerti
Aku membaca satu kalimat yang cukup menohok: “If you avoid conflict to keep the peace, you start a war inside yourself.”
Secara arti aku paham, kira-kira maksudnya kalau kita terus-terusan menghindari konflik demi menjaga kedamaian di luar, sebenarnya kita sedang menciptakan perang dalam diri sendiri. Tapi jujur, aku belum sepenuhnya bisa memahami makna dalamnya. Kenapa harus disebut perang? Kenapa menjaga damai justru bisa melukai diri?
Sejauh ini yang aku tahu, menghindari konflik itu kan biasanya dianggap baik. Kita tumbuh dengan pemahaman bahwa lebih baik diam daripada ribut. Lebih baik mengalah daripada memperpanjang masalah. Lebih baik tersenyum walau hati sakit, asal suasana tetap tenang. Tapi ternyata, menurut kalimat itu, sikap seperti itu justru bisa menimbulkan luka di dalam diri sendiri. Dan di sinilah aku bingung. Bagaimana bisa sesuatu yang dimaksudkan untuk menjaga kedamaian justru memicu perang batin?
Kalau dipikir-pikir, mungkin maksudnya kita jadi menyimpan semua rasa tidak nyaman itu sendiri. Saat ada yang salah tapi kita diam, saat ada yang menyakiti tapi kita tetap tersenyum, saat ada yang menekan tapi kita memilih mengalah, semua itu tidak benar-benar hilang. Rasanya malah menumpuk. Lalu tanpa sadar, kita jadi marah ke diri sendiri. Tapi tetap saja, aku belum bisa meresapi betul. Karena dalam pikiranku, menghindari masalah itu lebih aman, meski tidak menyenangkan.
Aku jadi bertanya-tanya: apakah benar lebih baik bicara jujur meski berisiko ribut, daripada menahan demi menjaga suasana? Aku belum menemukan jawabannya. Yang jelas, aku pernah beberapa kali menahan kata-kata, lalu menyesal karena ternyata aku menyakiti diriku sendiri. Seolah aku mengkhianati perasaanku sendiri. Tapi di sisi lain, aku juga takut kalau aku bicara, malah memperburuk keadaan. Dan di titik ini, kalimat itu terasa semakin sulit kupahami.
Mungkin maksud dari “war inside yourself” adalah perasaan serba salah. Di luar terlihat tenang, tapi di dalam hati bergolak. Orang lain mengira semuanya baik-baik saja, padahal ada sesuatu yang retak di dalam diri. Tapi tetap saja, aku belum bisa menelan kalimat itu sepenuhnya. Aku hanya bisa menerjemahkan arti katanya, bukan benar-benar memahaminya dengan pengalaman.
Jadi untuk sekarang, aku hanya bisa berkata: aku paham artinya, tapi aku belum betul-betul mengerti rasanya.
Mungkin karena aku masih sering memilih diam, memilih menghindar, dan menganggap itu cara paling aman. Atau mungkin karena aku belum berani menghadapi risiko dari berkata jujur. Yang aku tahu, kalimat itu seolah menyimpan pesan penting yang suatu hari mungkin akan benar-benar kupahami.
sumber foto
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya. Happy blogwalking!