Reshuffle, Politik, dan Obrolan Subuh
Pagi tadi, selepas salat subuh di masjid, jamaah sibuk ngobrolin berita hangat, Presiden Prabowo baru saja melakukan reshuffle kabinet. Suasana cukup riuh, ada yang pro, ada yang kontra, ada juga yang sekadar ikut-ikutan komentar. Aku? Jujur aja, biasa aja. Reshuffle itu hal wajar dalam dunia politik. Namanya juga bagian dari manajemen, entah manajemen risiko, manajemen krisis, atau sekadar manajemen politik. Kursi menteri memang bukan kursi abadi. Ada masanya dirotasi, diganti, atau disegarkan.
Sementara sebagian orang heboh membahas siapa yang dicopot dan siapa yang masuk, aku malah mikir hal lain. Rasanya politik negara itu jauh sekali dari hidup sehari-hari. Bukan berarti nggak penting, tapi dibandingkan dengan politik di kantor, jujur aku lebih ngeri menghadapi yang terakhir. Karena politik di kantor itu langsung berhadapan dengan kita: atasan yang berubah sikap, rekan kerja yang saling jegal, atau bisik-bisik gosip yang lebih tajam dari pisau.
Reshuffle kabinet mungkin menentukan arah kebijakan bangsa, tapi reshuffle “kecil” di kantor bisa menentukan nasib dompet kita tiap bulan. Satu keputusan atasan bisa bikin proyek kita pindah tangan, bisa bikin peluang promosi hilang, atau bikin nama kita jatuh begitu saja. Dan sering kali, permainan politik kantor lebih sulit ditebak dibanding politik negara. Kalau politik nasional minimal ada berita dan analisanya, politik kantor? Diam-diam, penuh intrik, dan kadang terasa personal.
Makanya, saat jamaah masjid riuh soal reshuffle, aku cuma senyum tipis. Bagiku, drama politik nasional itu kayak tontonan. Kita bisa komentar, bisa analisis, tapi pengaruhnya ke hidup sehari-hari nggak secepat itu. Sementara drama politik kantor, itu tontonan sekaligus panggung tempat kita main. Nggak bisa cuma jadi penonton, karena kita juga salah satu pemainnya.
Reshuffle kabinet? Anggap saja sebagai bagian dari perjalanan bangsa, biar yang ahli politik menganalisisnya. Tapi reshuffle di kantor, politik sehari-hari di ruang kerja, itulah yang lebih menuntut kewaspadaan. Karena di situlah kita ditantang untuk bertahan, menjaga integritas, sekaligus tetap waras menghadapi bisik-bisik yang sering lebih gaduh daripada berita politik di televisi.
sumber foto
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya. Happy blogwalking!