Sawang Sinawang: Urip Iku Ora Saka Sing Katon


 Orang Jawa sejak dulu selalu punya cara sederhana tapi dalam untuk memahami hidup. Salah satunya lewat pitutur “urip iku sawang sinawang”. Artine, hidup itu soal bagaimana kita memandang. Sing dilihat apik, durung tentu apik. Sing katon sugih, durung mesti bahagia. Sing katon kere, durung mesti sengsara. Semua gumantung saka pangrasane sing ngalami urip iku dewe.

Dalam keseharian, ungkapan ini bisa kita jumpai di mana saja. Coba bayangkan kisah klasik yang sering diceritakan orang tua dulu: ada seorang petani desa yang hidupnya sederhana, sawahnya kecil, tapi keluarganya rukun. Dari jauh, si petani ini iri melihat lurah desa yang rumahnya besar, sering mendapat penghormatan. Tapi ternyata, si lurah pun iri pada si petani karena hidupnya tenang, tidak banyak beban, dan bisa makan dengan lahap tanpa takut diganggu urusan jabatan. Itulah sawang sinawang.

Orang Jawa juga sering bilang, “urip iku mung mampir ngombe.” Hidup singkat, hanya sebentar mampir untuk minum sebelum melanjutkan perjalanan panjang. Kalau cuma sebentar, kenapa harus dihabiskan untuk membandingkan apa yang kita punya dengan milik orang lain? Perbandingan itu tidak ada habisnya. Hari ini kita iri pada rejeki orang, besok orang itu iri pada ketentraman kita. Besok lusa orang lain iri pada kesehatan kita, sementara kita justru iri pada harta mereka. Kaya lingkaran setan sing ora ono enteke.

Lihat juga peribahasa lain: “jer basuki mawa bea”   setiap keberhasilan pasti ada harga yang harus dibayar. Jadi ketika kita melihat orang lain tampak sukses, jangan buru-buru menganggap hidup mereka enak. Bisa jadi di balik keberhasilan itu ada keringat, air mata, bahkan luka yang tidak pernah kita bayangkan. Lagi-lagi, sawang sinawang mengingatkan kita bahwa mata kita sering menipu.

Dalam budaya Jawa, filosofi ini juga erat dengan sikap nrimo ing pandum. Artinya bukan pasrah buta, tapi menerima bagian hidup dengan lapang dada, sambil tetap berusaha. Orang yang mampu nrimo, biasanya lebih tentrem. Sebab ia sadar, rejeki lan nasib iku wis ana sing ngatur. Yang perlu dilakukan hanyalah mengolah, mensyukuri, dan menjaga apa yang sudah ada di tangan.

Akhirnya, sawang sinawang mengajarkan kita dua hal: ojo gumunan, ojo kagetan, ojo dumeh. Jangan mudah terpesona dengan apa yang kita lihat, jangan gampang terkejut dengan perubahan hidup orang, dan jangan sombong kalau kebetulan hidup kita sedang di atas. Semua bisa berganti sewaktu-waktu.

Maka, kalau hari ini kita merasa hidup kita lebih berat dibanding orang lain, ingatlah: bisa jadi orang lain justru ingin menukar nasib dengan kita. Dan di situlah letak kebijaksanaan Jawa, hidup itu soal bagaimana kita memandang, bukan bagaimana orang lain menilainya.



sumber foto

Comments

Popular Posts