Schadenfreude
Aku nggak mau sibuk nyalahin orang lain atas kejatuhanku. Karena jatuh ya jatuh aja, itu bagian dari perjalanan. Aku juga nggak mau repot-repot ngitung siapa-siapa aja yang bersorak gembira waktu aku kepleset, karena aku tahu, ada satu istilah yang pas banget buat menggambarkan itu, schadenfreude. Istilah ini asalnya dari bahasa Jerman, artinya simpel tapi pedas, perasaan senang atau puas saat lihat orang lain kesusahan.
Kalau mau dibikin gampang, schadenfreude itu kayak nonton orang jatuh dari motor mainan di sirkus, nggak bikin dia mati, tapi cukup bikin penonton ketawa ngakak. Ada kepuasan aneh ketika lihat orang lain nggak baik-baik aja. Aneh? Iya. Tapi nyata. Banyak orang yang diam-diam bahagia kalau ada orang lain gagal. Entah karena iri, entah karena sebelumnya mereka merasa kalah, atau sekadar buat hiburan gratis.
Aku bayanginnya gini, hidup kadang kayak pertandingan bola. Ada pemain yang jatuh karena salah langkah. Nah, penonton yang nggak suka tim itu pasti bersorak, padahal jatuhnya si pemain nggak ada hubungannya sama hidup mereka. Begitu juga di dunia nyata. Ada yang kepeleset sedikit, ada yang kesandung masalah, langsung deh ada tepuk tangan diam-diam di belakang layar. Schadenfreude itu ibarat cemilan renyah bagi jiwa yang lapar hiburan dari penderitaan orang lain.
Tapi aku nggak bisa buang waktuku buat mikirin mereka. Kalau aku sibuk mikirin siapa yang senang waktu aku jatuh, itu sama aja kayak orang yang lagi kejedot, tapi malah fokus mikirin siapa yang ketawa. Padahal luka di jidatnya butuh ditangani duluan. Aku lebih baik ngurus diriku sendiri, beresin sakitnya, lalu bangkit lagi. Karena pada akhirnya, rasa puas mereka itu cuma sementara, sedangkan hidupku masih panjang.
Lucunya, kadang schadenfreude itu kayak gosip. Orang-orang nggak bisa berhenti ngebahas karena ada rasa puas tersendiri. “Wah, si A jatuh!” lalu berantai sampai ke kuping-kuping lain yang juga ikutan senyum. Tapi kalau dipikir-pikir, apa sih yang mereka dapet dari semua itu? Nggak ada. Mereka cuma numpang bahagia dari nasib buruk orang lain. Kayak orang yang numpang makan di pesta tanpa nyumbang apa-apa.
Aku belajar, lebih baik aku jadi penonton yang nggak tepuk tangan waktu ada orang lain jatuh. Karena aku tahu sakitnya kayak gimana. Aku tahu rasanya jadi bahan tawa. Kalau aku ikut-ikutan bersorak, sama aja aku menambah lingkaran kecil dari schadenfreude itu. Dan dunia jadi makin penuh orang yang senang di atas penderitaan orang lain.
Jadi kalau sekarang aku jatuh, biarlah. Biar mereka punya bahan tawa sebentar. Karena aku percaya, satu-satunya yang bisa aku kontrol adalah caraku berdiri lagi. Mereka mungkin puas sekali dua kali lihat aku tumbang, tapi aku yakin mereka juga akan capek menonton kalau aku terus bangkit lagi dan lagi. Pada akhirnya, yang tertinggal bukan sorak-sorai mereka, tapi langkah-langkahku yang nggak berhenti maju




Comments
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya. Happy blogwalking!