Sendiri di Titik Terendah
Adakah orang yang mendekat saat kamu terpuruk? Kalau aku, jujur aja, nggak ada. Saat aku jatuh kemarin, rasanya kayak dunia jadi sepi banget. Orang-orang yang dulu kelihatannya dekat, yang biasanya nyapa atau bercanda, tiba-tiba seperti menghilang. Nggak ada yang datang buat sekadar bertanya, “Kamu nggak apa-apa?” atau sekadar menghibur. Bahkan yang aku anggap dekat pun, bukannya menenangkan, malah ikut menjatuhkan secara nggak langsung lewat ucapan-ucapan yang bikin aku makin tenggelam dalam rasa kecewa.
Mungkin karena aku orangnya tertutup. Aku jarang cerita, jarang buka diri, jadi orang juga nggak tahu sejauh mana aku sebenarnya butuh pertolongan. Atau mungkin mereka juga takut. Takut terseret arus masalahku, takut jadi bagian dari badai ombak emosi yang semuanya tertuju ke arahku. Aku juga nggak bisa menyalahkan mereka sepenuhnya. Karena di sisi lain, aku memang bukan tipe orang yang pandai minta tolong atau menunjukkan luka. Aku terbiasa menghadapi masalah sendirian. Dan hasilnya ya seperti ini, sepi, sunyi, dan hanya diriku sendiri yang jadi teman bicara.
Kadang aku kecewa, iya. Ada rasa sedih karena ternyata nggak ada satu pun yang benar-benar mendekat di titik terendahku. Tapi di saat yang sama, aku juga jadi sadar diri. Aku ini siapa? Memangnya aku akrab sama orang-orang itu? Memangnya aku pernah mendekatkan diri duluan? Kalau nggak, kenapa aku harus berharap mereka datang menolongku? Pertanyaan-pertanyaan itu sempat bikin hatiku tertusuk, tapi sekaligus juga jadi obat penenang yang pelan-pelan mengajarkanku sesuatu.
Ternyata, di balik semua kesepian ini ada pelajaran besar: jangan pernah menaruh ekspektasi berlebihan pada manusia. Kita bisa dikecewakan kapan saja. Bahkan oleh orang yang kita pikir dekat. Dan itu bukan berarti mereka jahat, hanya saja mereka punya hidup dan prioritas masing-masing. Aku harus mengerti itu. Aku harus bisa berdiri di atas kakiku sendiri.
Sekarang aku lagi belajar buat nggak terlalu berharap. Aku mencoba menerima kenyataan kalau proses jatuh dan bangkit itu memang jalanku sendiri. Dan walaupun pahit, aku juga merasa ada sisi lega. Karena ternyata aku masih bisa bertahan, meski sendirian. Kadang yang kita butuhkan bukan orang yang datang menolong, tapi diri sendiri yang akhirnya mau mengulurkan tangan untuk bangkit lagi.
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya. Happy blogwalking!