Antara Ingin Berani Lagi atau Tetap Bersembunyi


 Aku lagi bimbang. Ada seminar di Jakarta yang sebenarnya bikin aku tertarik banget. Topiknya pas, suasananya pasti beda, dan aku butuh itu buat memompa diri sendiri lagi. Tapi, entah kenapa, langkahku masih maju mundur. Ada rasa takut yang nggak bisa aku jelasin dengan ringan. Takut kalau kehadiranku malah bikin orang lain lagi-lagi melabeliku sebagai sosok yang salah. Takut kalau bisik-bisik itu muncul lagi, kayak gema yang nggak ada habisnya.

Padahal niatku ikut seminar-seminar begini bukan buat ngejar jabatan atau cari panggung. Aku sadar, jalanku mungkin nggak seambisius orang lain. Aku cuma butuh wadah buat menguji keberanian diri, biar nggak gampang puas sama keadaan. Jujur, aku sering banget bosan dengan rutinitas di tempat kerja. Rasanya flat, nggak ada yang bikin deg-degan dengan cara yang sehat. Semua serba monoton, kayak mesin yang terus nyala tapi nggak pernah tahu kapan harus berhenti. Seminar jadi semacam oase kecil yang bisa nyegerin pikiranku.

Tapi ya itu tadi, setelah kejadian yang bikin namaku hancur kemarin, keberanianku kayak ditarik mundur. Aku jadi merasa nggak pantas muncul di acara-acara luar kantor. Ada ketakutan kalau orang menatapku dengan pandangan sinis, atau bisik-bisik lagi muncul di belakang punggungku. Rasanya kayak nggak punya tempat aman, padahal aku cuma mau belajar. Dan itu bikin aku makin bimbang: harus tetap datang atau lebih baik menghindar?

Kadang aku mikir, mungkin aku terlalu berlebihan. Bisa jadi orang-orang sudah lupa, dan cuma aku yang masih membawa beban itu terus-menerus. Tapi di sisi lain, luka semacam itu memang bikin trauma. Bayangan akan dipandang salah, disudutkan, atau diperlakukan tidak adil itu masih lengket, nggak gampang hilang. Bahkan sekadar mendaftarkan diri ke seminar pun bisa jadi pergulatan batin yang panjang.

Comments

Popular Posts