tentang jadi kalem di tengah orang yang hobi berasumsi liar

 


Ternyata jadi orang tenang itu bukan cuma soal meditasi atau tarik napas panjang, tapi soal gak nyaut tiap drama yang sebenarnya bukan urusan kita. Ada tipe orang yang baru lihat kita diam dikit aja, langsung bikin skenario sendiri di kepala. 

Kita lagi capek? Dibilangnya sombong. Kita lagi fokus? Dikiranya sedang menyusun strategi. Kita senyum biasa aja? Katanya sinis. Padahal kita literally cuma… hidup. Jalan. Tarik napas. Gitu doang.

Lucunya, orang-orang yang paling heboh biasanya justru yang paling bermasalah di dalam dirinya sendiri. Kayak ada luka lama yang gak sembuh-sembuh, terus semua orang dijadiin tempat pantulannya. 

Mereka tuh kayak punya “penyakit hati” yang bikin hidupnya selalu terasa bising. Bukan karena dunia terlalu ramai, tapi karena pikirannya sendiri gak pernah sepi. Dan di saat mereka sibuk menyusun asumsi tentang kita, kita lagi rebahan aja mikir mau makan apa nanti malam. Ironis, kan?

Aku pernah ada di fase pengen klarifikasi semuanya. Tiap ada yang mikir aneh-aneh, pengen banget jelasin, “Eh, bukan gitu loh maksudku.” Tapi lama-lama capek. Karena mau sejelas apa pun kita ngomong, kalau orangnya udah niat salah paham, mereka bakal tetap salah nangkap. 

Mereka nggak mau kebenaran. Mereka cuma mau pembenaran buat versi cerita yang sudah mereka buat sendiri di kepala. Dan jujur… itu bukan tugas kita buat meluruskan dunia versi mereka.

Sekarang aku lebih milih kalem. Dianggap apa pun ya sudah. Mau dibilang dingin, misterius, sombong, jutek, atau sok suci… silakan. Lagian aku sekarang juga udah gak suci. Aku telah ternoda. hehe... 

Aku nggak tinggal di kepala mereka, jadi aku nggak punya kewajiban buat betah di sana. Hidupku bukan proyek kelompok yang harus disetujui semua orang. Dan ada semacam kedamaian aneh saat kita berhenti mencoba terlihat “baik” di mata orang yang memang hatinya nggak baik.

Yang lucu adalah,  makin kita tenang, makin mereka gelisah. Makin kita diam, makin mereka berisik. Kayak mereka butuh reaksi kita buat merasa hidup. Tapi ketika kita nggak kasih apa-apa, mereka jadi berantakan sendiri. Ribut sendirian. Berantem sama bayangan. Sibuk menafsirkan hal-hal yang tidak pernah kita lakukan. Sementara kita? Sibuk menyelamatkan diri sendiri dari lelah yang nggak perlu.

Comments

Popular Posts