Berat Memuji Bukan Selalu Dengki, Kadang takut terlihat berlebihan. Takut dikira menjilat.
Kalimat Imam Al-Ghazali itu tetap terasa menampar, “Setiap kali seseorang merasa berat untuk memuji teman-temannya atas kelebihan, keutamaan, atau prestasi yang memang ada pada mereka, itu adalah tanda adanya kesombongan dalam dirinya.” Tapi makin kupikir-pikir, rasanya hidup gak selalu sesederhana itu. Soalnya ada momen di mana berat memuji itu bukan karena gak mau, bukan juga karena iri, tapi karena memang gak terbiasa.
Aku tumbuh di lingkungan yang minim pujian. Yang ada justru standar tinggi. Kalau berhasil, ya itu memang seharusnya. Kalau gagal, baru dibahas panjang lebar. Jadi tanpa sadar, aku menyerap pola itu. Melihat orang berhasil, reaksiku netral. Bukan meremehkan, bukan juga kagum berlebihan. Dalam kepalaku, “ya wajar, dia memang mampu.” Dan dari situ, pujian terasa… gak perlu.
Masalahnya, apa yang terasa “biasa” di kepalaku, bisa terasa “dingin” buat orang lain. Kita sering lupa, pujian itu bukan cuma soal mengakui prestasi, tapi soal mengakui manusia di balik prestasi itu. Bahwa usaha mereka terlihat. Bahwa lelah mereka diakui. Dan meskipun kita menganggapnya wajar, bagi orang lain itu bisa jadi puncak dari perjuangan panjang.
Di titik ini aku mulai ragu, apakah ini kesombongan, atau cuma kebiasaan yang terbentuk lama? Bisa jadi dua-duanya. Bisa jadi bukan iri, tapi juga bukan sepenuhnya bersih. Karena tetap saja, lidah yang berat memuji sering kali berakar dari hati yang belum dilatih untuk lapang. Bukan jahat, tapi kaku.
Aku juga sadar, kadang kita menahan pujian karena takut terlihat berlebihan. Takut dikira menjilat. Takut dianggap gak tulus. Akhirnya kita memilih diam. Padahal diam itu sering disalahartikan. Orang lain gak bisa membaca niat baik yang gak diucapkan. Yang mereka tangkap cuma sunyi.
Kalimat Al-Ghazali mungkin bukan tuduhan, tapi peringatan. Bukan untuk langsung menghakimi diri, tapi untuk mengajak bercermin. Kalau aku merasa berat memuji, aku coba tanya pelan-pelan ke diri sendiri: ini karena egoku terusik, atau karena aku memang gak pernah diajari cara mengapresiasi?





Comments
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya. Happy blogwalking!