Berkunjung ke Surabaya, Tapi Versiku Sudah Berbeda


Hari ini aku main ke Surabaya. Bukan perjalanan besar, bukan liburan mewah, cuma jalan biasa. Tapi entah kenapa rasanya hangat. Tujuan pertama ke Alun-Alun Kota Surabaya. Tempat yang sekarang kelihatan rapi, bersih, tertata. Aku jalan pelan, lihat orang-orang lalu lalang, dengar suara kota yang gak pernah benar-benar diam. Di situ aku sadar, kota ini berubah. Dan diam-diam, aku juga.

Habis itu lanjut ke Mall Tunjungan. Tempat yang dulu sering jadi pelarian waktu aku masih anak kos S1. Dulu kalau lagi bosan, suntuk, atau sekadar pengin merasa “hidup”, aku ke sini sendirian. Jalan tanpa tujuan, naik turun eskalator, masuk toko buku tapi gak beli apa-apa, cuma baca-baca sambil mikir masa depan yang waktu itu masih kabur bentuknya. Mall ini saksi banyak versi diriku yang masih penuh tanya.

Sekarang aku datang lagi, tapi rasanya beda. Bukan nostalgia yang bikin nyesek, tapi nostalgia yang lembut. Aku mampir ke Gramedia. Refleks. Kayak kebiasaan lama yang gak pernah benar-benar hilang. Bedanya, kali ini aku beli buku. Dulu sering mikir dua kali, sekarang tinggal ambil. Bukan soal uangnya, tapi soal posisi hidup. Aku senyum kecil sendiri di rak buku, ngerasa hidup memang muter pelan-pelan, tapi nyata.

Setelah itu, kami mampir beli mie. Sederhana. Duduk, makan, ngobrol ngalor-ngidul. Gak ada obrolan berat. Gak ada refleksi filosofis yang ribet. Tapi justru di situ aku ngerasa penuh. Karena aku gak sendirian. Aku bareng anak dan istri. Orang-orang yang dulu cuma ada di bayangan masa depan, sekarang duduk nyata di depanku, ketawa, makan, ribut kecil soal hal-hal sepele.

Dan di titik itu, aku kepikiran: dulu aku ke Surabaya buat kabur dari sepi. Sekarang aku ke Surabaya sambil membawa hidupku sendiri. Dulu pulang ke kos sendirian, sekarang pulang ke rumah. Kata “rumah” itu rasanya beda setelah dijalani. Bukan lagi tempat singgah, tapi tempat kembali.

Perjalanan hari ini gak panjang. Gak ada foto estetik. Gak ada cerita heroik. Tapi justru itu yang bikin aku ngerasa utuh. Kadang hidup gak perlu momen besar buat terasa bermakna. Cukup berjalan di kota lama, mengingat versi lama diri sendiri, lalu menyadari, aku gak kehilangan dia, cuma sudah tumbuh.

Sore menjelang, kami pulang ke rumah. Capek, tapi tenang. Dan aku sadar, ternyata kebahagiaan itu gak selalu datang dalam bentuk pencapaian besar. Kadang cuma datang sebagai hari biasa yang dijalani dengan orang yang tepat, di kota yang pernah membesarkan versi lamamu.

Comments

Popular Posts