Kimci di Kulkas, Penyelamat Hari-Hari Males Hidup


 Aku suka kimci. Iya, kimci Korea itu. Yang asem, pedas, bau dikit tapi nagih. Sampai sekarang, hampir selalu ada stok di kulkas. Biasanya dua rasa: lobak dan sawi putih. Entah kenapa rasanya aman aja punya kimci di rumah. Kayak… ada pegangan kecil kalau hidup lagi gak niat-niat amat.

Soalnya ada hari-hari di mana aku males makan. Bukan gak lapar, tapi males ribet. Males mikir menu. Males ngunyah lama-lama. Di hari kayak gitu, kimci tuh rasanya penyelamat. Tinggal nasi anget, ambil kimci satu sendok besar, selesai. Gak pakai drama. Gak pakai banyak piring. Tapi cukup bikin perut tenang dan kepala agak jinak.

Kadang kalau pengin sedikit lebih niat, aku bikinin mie. Mie apa aja, jujur. Rebus, tirisin dikit, terus bikin telur setengah matang. Yang kuningnya masih lumer, putihnya udah mateng. Habis itu? Kimci masuk. Langsung naik level. Rasanya jadi hidup. Asemnya kimci ketemu gurihnya mie, ketemu lembutnya telur. Simpel, tapi bikin bahagia kecil yang gak ribet.

Aku gak tahu ini soal rasa atau soal kebiasaan. Tapi kimci tuh punya efek menenangkan buatku. Mungkin karena rasanya tegas. Asem ya asem. Pedas ya pedas. Gak nanggung. Di saat banyak hal dalam hidup abu-abu dan gak jelas arahnya, kimci datang dengan identitas yang kuat. Dan entah kenapa itu bikin nyaman.

Ada juga sisi lain yang aku sadari, kimci itu makanan hasil proses. Dia gak instan. Harus difermentasi. Harus nunggu. Harus sabar. Dan mungkin, tanpa sadar, aku lagi suka sama hal-hal yang gak instan. Yang pelan tapi jadi. Yang gak buru-buru tapi matang. Sama kayak hidup belakangan ini, yang rasanya pengin aku jalani tanpa banyak paksaan.

Lucunya, orang rumah kadang heran. “Kok kuat makan kimci terus?” Aku cuma ketawa. Karena buatku ini bukan soal kuat atau enggak. Ini soal cocok. Soal menemukan kombinasi sederhana yang bisa diandalkan di hari-hari malas, capek, atau lagi gak pengin banyak mikir.

Kimci juga ngajarin satu hal kecil, makan enak itu gak harus mewah. Gak harus fancy. Kadang cukup nasi anget dan satu lauk yang tepat. Sama kayak hidup. Gak harus penuh pencapaian besar tiap hari. Kadang cukup satu hal kecil yang bikin kita bertahan hari itu.

Comments

Popular Posts