Tahun 2025 Ini Aku Jatuh : Sebuah Refleksi Akhir tahun
Pergantian tahun tinggal menghitung hari. Kalender hampir habis, angka mau ganti, dan seperti biasa, kepala mulai ramai. Tahun ini jelas bukan tahun yang sempurna. Bahkan kalau mau jujur ke diri sendiri, ini mungkin salah satu tahun di mana aku jatuh sedalam-dalamnya. Jatuh yang bukan cuma bikin lutut lecet, tapi juga bikin hati dan kepercayaan diri ikut retak. Ada fase di mana aku benar-benar ngerasa kecil, bingung, dan kehilangan arah.
Tapi anehnya, di tengah semua itu, aku tetap bisa bersyukur. Bukan karena lukanya kecil, enggak. Lukanya nyata. Tapi karena setelah aku berhenti menghitung seberapa dalam aku jatuh, aku mulai menghitung nikmat yang masih tersisa. Dan di situ aku kaget sendiri. Kok ternyata nikmatnya lebih banyak daripada rasa sakitnya? Ada keluarga yang tetap ada, ada kesehatan yang masih dijaga, ada kesempatan hidup yang gak dicabut meski aku sempat goyah.
Aku belajar satu hal tahun ini, jatuh itu gak selalu berarti habis. Kadang jatuh itu cuma cara hidup bilang, “berhenti dulu, kamu terlalu kencang.” Dan mungkin aku memang perlu jatuh supaya bisa duduk, menarik napas, dan melihat hidup dari sudut yang lebih jujur. Dari bawah, kita bisa tahu mana yang benar-benar penting, dan mana yang selama ini cuma ego yang dibungkus ambisi.
Makanya meski tahun ini penuh lubang, aku gak ingin menutupnya dengan marah atau kecewa berlebihan. Aku memilih bersyukur. Bukan syukur yang sok kuat, tapi syukur yang sadar, aku masih diberi banyak hal yang tidak semua orang punya. Dan mungkin, itu cukup untuk membuatku bertahan sampai hari ini.
Soal tahun depan, jujur aja, aku punya niat. Ada keinginan untuk mengubah arah dan tujuan. Ada rasa pengin memulai sesuatu dengan versi diriku yang lebih tenang, lebih sadar batas. Tapi aku belum ingin bilang ke siapa-siapa. Bahkan ke dunia. Karena dalam sejarah hidupku sendiri, setiap rencana yang terlalu cepat diucapkan sering kali gagal di tengah jalan. Entah karena ekspektasi, entah karena tekanan, entah karena semesta punya skenario lain.
Jadi kali ini aku memilih diam. Menutup rapat rencana itu. Merawatnya pelan-pelan. Merencanakan lebih matang, lebih realistis, lebih jujur dengan kemampuanku sendiri. Bukan karena takut gagal, tapi karena aku ingin benar-benar sampai. Kadang rencana yang baik itu bukan yang diumumkan keras-keras, tapi yang dikerjakan diam-diam sampai hasilnya bicara sendiri.
Mungkin tahun depan aku akan berjalan lebih pelan. Mungkin arahku berubah. Mungkin aku tidak lagi mengejar hal-hal yang dulu kuanggap penting. Tapi satu hal yang aku pegang, aku tidak ingin mengulang jatuh yang sama hanya karena keras kepala.
Tahun ini mengajariku banyak hal dengan cara yang tidak lembut. Tapi justru karena itu, aku menutupnya dengan satu kalimat sederhana: terima kasih, aku masih berdiri. Dan itu, buatku, sudah lebih dari cukup.





Comments
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya. Happy blogwalking!