Friday, July 31, 2015

Ini Masalah Moment yang Tepat

Saya menyukai seseorang. Sudah lama sebenarnya, tapi sayanya saja yang gak menemukan moment yang tepat. Saya gak yakin sebenarnya, apakah ini orang yang tepat atau tidak.

Tiga tahun kayaknya saya mengenalnya, dan selama itu pula tidak terjadi apa-apa di antara kita. Kadang memang saling goda, hanya sekedar obrolan saja. Tak lebih. Selebihnya, saya hanya lebih memilih untuk diam. Diam-diam memerhatikan. Hahaha

Cintaku bukan cinta yang menggebu-gebu. Kadang suka, kadang biasa saja. Kadang saya suka, kadang sangat membencinya. Cintaku itu tergantung mood. Anehnya pake banget. Saya juga gak ngerti kenapa bisa seperti itu. Tapi asli, saya mengalami cinta seperti itu.

Sekarang saya juga bingung, bingung mau ngapain. Pengennya berterus terang. Tapi ketika saya akan berterus terang, saat itu pula rasa sukaku ilang kepadanya. Dan itu tidak hanya sekali atau dua kali terjadi, tapi sudah berkali-kali dalam setahun ini.

Mencari moment yang tepat, tapi tetep gak nemu momentnya. Selalu saja seperti itu masalahnya.

Peragu. Mungkin begitulah sifat asliku.

Saya masih mencari moment yang tepat. Entah sampai kapan saya dapatkan moment itu. Saya harus menunggu.

Monday, July 27, 2015

Cowok Branded

Ceritanya, kali ini saya ingin berkisah tentang mempergunjingkan orang. Mohon maaf jika tak berkenan. Saya hanya ibgin menuliskan perasaan saya, mengabadikan kisahku.

Ceritanya, sedari kecil saya hidup dalam keluarga yang biasa-biasa saja. Tidak berlebihan, tidak juga kekurangan. Saya bisa menempatkan diri, kapan harus berpenampilan wah, dan kapan harus berpenampilan biasa. Meski terkadang masih salah kostum juga, tapi gak malu-maluinlah. Xixixi


Ceritanya, saat ini saya berada dalam lingkungan yang hidupnya berada pada malu jika berpenampilan tidak menggunakan barang-barang branded. Tidak banyak sih, hanya beberapa saja, tapi dari beberapa itu sudah membuatku sedikit mengernyitkan dahi. Ternyata ada ya?

Ceritanya, saya sedikit pengen ketawa saja melihat orang-orang yang saya kenal saat ini. Dapat dimaklumi jika dia cewek, tapi ini para cowok. Sedikit aneh rasanya ketika melihat para cowok itu sebegitunya sampe jadi pesolek dan memerhatikan seberapa branded pakaian yang mereka gunakan. Sudah zamannya kali ya....

Ceritanya saya bingung mau ngomong apa lagi. Kok bisa ya?

Sunday, July 26, 2015

Postingan Tengah Malam

Selepas Magrib tadi saya ke kota. Niatnya ingin beli baju, celana atau apalah untuk lebaran yang sudah lewat. Lebaran kemarin belum sempat karena males kena antrian di semua toko baju. Nah, karena sudah mulai longgar, jadilah petang tadi saya coba berbelanja.

Hanya satu toko baju yang saya masuki, biasanya saya dapatkan baju dan celananya disitu. Langganan. Tapi khusus hari ini, ternyata tidak saya dapati semya tipe baju dan celanannya. Ada sih beberapa, tapi gak terlalu urgent banget, jadi masih bisa saya tangguhkan dulu.

Saya tinggalkan toko pertama, pindah ke toko sepatu dan tas. Dan tahukah Anda, apa yang saya lihat disana? Puluhan orang ramai berbelanja karena musim sekolah telah tiba.

Bapak-bapak ysng mengantarkan istrinya membelikan sepatu untuk anaknya. Sempat berdebat karena perbedaan selera. Atau ibu-ibu yang sedikit jengkel dengan anaknya, karena dari ratusan macam sepatu, tak ada satu pun yang dipilih karena tak selera.

Itu hanya sebagian kecil yang saya dapati di toko sepatu tadi. Masih banyak hal yang tidak saya perhatikan, karena sepasang sepatu sudah mencuri hatiku pada pandangan pertama.

Sedikit nyesek juga sebenarnya, karena saya menjumpai banyak keluarga-keluarga muda, yang usianya di bawah saya, sudah direpotkan oleh urusan anak-anak mereka. Sedangkan saya?

OMG, saya sempat berkecil hati mendapati fakta seperti itu. Di usia saya saat ini, ssya masih repot dengan diri sendiri. Sedangkan mereka?

Saya tak tahu, ini rencana Tuhan atau memang karena saya yang terlalu pilih-pilih? Sesulit inikah mendapatkan pasangan, sampai-sampai di usia yang di atas kepala tiga pun saya masih kesulitan mencari pasangan?

Cepat-cepat saya ke kasir membayar sepasang sepatu pilihan saya. Tsk sanggup sepertinya berlama-lama disana. Bahkan sampai sekarangpun, fakta bahwa saya masih sendiri pun masih menghantuiku. Sampai kapan saya harus begini?

Friday, July 24, 2015

Apa Saya Bisa?

Terpuruk. Itulah yang terjadi saat ini padaku. Saat tak ada aktivitas yang mengalihkanku dari kebosanan, hidup rasa-rasanya jadi serba tak mengenakan.

Kadang ingin sekali mengakhiri hidup dalam kesendirian. Tapi lagi-lagi dihadapkan dengan fakta bahwa saya selalu gagal dalam membuka pintu hatiku. Berkali-kali mencoba, tapi tetap tak berani jika mengalami hal yang sama. Traumatik saya rasa.

Lebih-lebih lingkungan juga memperlihatkan padaku betapa rumitnya menyatukan dua hati dan kebiasaan yang berbeda. Tentang sifat tak mau mengalah,  juga sifat arogansi seorang istri kepada suami.

 Tontonan yang bertahun-tahun saya lihat itu membuatku selalu ragu, apakah saya mampu?

Terlalu dini sebenarnya jika saya memperlihatkan ketakutan-ketakutan itu hanya karena melihat dari dua kali kegagalan ibuku. Tapi justru tahu lebih banyak keburukan dalam rumah tangga itu yang membuatku sedikit takut. Lagi-lagi, apa saya bisa?

Monday, July 20, 2015

Maaf Meremovedmu

Saya tetap tak bisa menghilangkan rasa cintaku padamu. Tidak bisa. Sebesar apapun usahaku untuk melupakanmu, perasaan cintaku tetaplah untukmu.

Maafkan jika saya harus meremoved BBMmu. Saya tak bisa berpura-pura tidak terjadi apa-apa dengan hatiku,  perasaanku padamu tak bisa berubah.

Saturday, July 18, 2015

Tak Pernah Bisa Menikmati Kebersamaan Dalam Lebaran



Lebaran tiba. Seperti tahun-tahun sebelumnya, saya tak pernah bisa menikmati indahnya kebersamaan dalam lebaran. Entahlah, ada semacam sentimen setiap dia datang.

Saya tak membencinya, cuma tak bisa menikmatinya.

Semua bermula ketika pertanyaan "kapan kawin?" Mulai ditanyakan ke saya. Dan sejak saat itu, saya mulai menghindari perayaan-perayaan ini. Saya lebih memilih untuk tidur dan mengunci dalam kamar daripada harus mendengar pertanyaan-pertayaan itu.

Seperti lebaran tahun ini. Lebaran sudah memasuki H+2 dan saya belum kemana-mana. Ke tetangga depan rumah pun belum aku lakukan, apalagi tetangga yang jauh. Lebaran tahun ini lebih parah dari sebelum-sebelumnya.

Ah, sudahlah. Saya memang tak cocok dengan lebaran. Tak menyukai hidangannya, juga tak menyukai ketiks harus berada di tengah-tengah orang yang membuatku malah makin kesepian. Saya tak pernah bisa menikmati kebersamaan lebaran ini. Tak pernah bisa. Entah sampai kapan.

Friday, July 17, 2015

Cerita Tentang Uang 1 Juta


Ini cerita yang saya alami pada hari terakhir puasa kemarin. Kejadiannya sewaktu nungguin warung kakak, karena dia repot. Saat itu ada salah seorang laki-laki bersama anaknya membeli es. Saya tak tahu alasannya, kenapa laki-laki ini tak berpuasa. Dan saya tak berhak untuk mengintograsinya.

Sebagai penjaga warung pengganti, saya sadar, saya bukan tipe orang yang asyik menjadi temen ngobrol. Saya hanya suka mendengarkan orang lain bercerita, tapi tidak untuk memberikan timbal balik. Jadi ceritanya pembeli laki-laki tersebut berbicara satu arah, karena saya hanya mendengarkan saja.

Dia mengeluh soal lesunya perekonomian Indonesia saat ini. Menurutnya, dibandingkan dengan ramadhan sebelum-sebelumnya, ramadhan tahun ini lebih parah. Saking parahnya, untuk tahun ini dia tidak bisa mudik ke kampung halamannya di Blitar, karena uang tak cukup untuk pulang.

Saya trenyuh saat mendengar keluh-kesahnya. Ternyata tak hanya dunia perbankan dan pemilik usaha saja yang merasakan pelambatan pertumbuhan ekonomi akhir-akhir ini. Sebagai buruh, dia juga merasakannya. Uang tips ysng diterimanya juga berkurang setiap harinya. Biasanya, jika tak sepi, dia bisa menerima uang tips lebih dari 15 ribu setiap harinya. Sekarang tidak pernah lagi.

Dia juga bercerita tentang lebaran tahun kemarin. Dengan mata berbinar dia bercerita, kalau lebaran tahun kemarin dia bisa mengumpulkan uang 1 juta di dalam dompetnya. Ada raut bahagia terpancar dari wajahnya. Dia bisa mudik ke kampung halamannya. Bersama istri dan anaknya.

Saya sedikit tertohok ketika mendengar dia bercerita tentang uang 1 juta yang dia punyai satu tahun lalu itu. Bagaimana tidak tertohok, gaji yang lebih banyak yang saya terima tiap satu bulannya saja saya masih mengeluh, kurang banyak. Tapi dia bercerita usng 1 juta tahun lalu saja sudah membuatnya bangga dan bahagia. Betapa kurang bersyukurnya saya.

Saya tersenyum kecut menyadari atas kurang bersyukurnya saya atas nikmat yang telah saya terima. Mungkin ini adalah cara Tuhan menegurku, agar saya tidak hsnya berfikir mengumpulkan materi saja, lupa bersyukur kepada-Nya.


Saturday, July 4, 2015

Cinta Tak Bisa Dipaksakan



Lanjutan dari kisahku kemarin. Ceritanya kemarin saya dipertemukan dengan seorang gadis. Harapannya agar pertemuan pertama ini akan berlanjut ke jenjang berikutnya. Harapan semua orang, bukan harapanku.


Sedari awal memang saya sedikit terpaksa ketika harus menjalani ritual semacam ini, saya lebih suka gaya backstreet daripada terang-terangan semacam ini. Bukan kenapa-napa, karena hubungan semacam ini bagusnya dimulai dari pendekatan-pendekatan awal, tidak langsung diketahui oleh orang tua masing-masing. Jika hati sudah terhubung, maka benih-benih cinta akan lebih mudah bersemi.

Saya mencoba menerima acara kemarin itu. Mencoba mwmbuka hati selebar-lebarnya. Tak selamanya saya harus menutup hati, hanya karena pernah kecewa dan disakiti. Tapi tetap saja, hatiku sulit menerima hadirnya orang baru di kehidupan saya.

Ketika sampai di rumahnya, dan ketika dia dipanggil untuk keluar dari kamarnya, saya sedikit berharap saya bisa menemukan itu. Tapi nyatanya saya tak berhasil mendapatkan perasaan itu.

Harus saya bilang, saya laki-laki yang mydah jatuh hati. Biasanya, perasaan suka itu akan hadir disaat saya berjumpa dengan seseorang pada saat pertama. Jika perasaan itu tak pernah ada, maka akan sulit menumbuhkan perasaan suka itu selanjutnya.


Dia cantik. Agamanya juga cantik. Tapi kecantikan itu belum bisa menghadirkan perasaan sukaku terhadapnya. Bukan seperti itu yang ku mau.


Tak bisa dilanjutkan. Saya sudah mengatakan kepada ibuku. Saya tsk menyukai gadis tipe seperti ini. Bukannya jelek, cuma terlalu lembut. Saya tipe laki-laki yang tidak sabaran. Segalanya ingin cepat. Kalo saya mengiyakan gadis ini, takutnya akan sering kontra dengannya.

Cinta ini tak bisa dipaksakan. Cukup bisa mengenalnya, tak bisa dilanjutkan.


Friday, July 3, 2015

Akhirnya Saya Harus Menyerah


Akhirnya saya harus nyerah.


Ketika pencarian tak kunjung menunjukkan hasil. Dan setiap perkenalan selalu membandingkan dengan orsng di masa lalu. Pada akhirnya saya harus menyerah juga.


Hari ini saya harus ikut dalam sebuah drama realita, mencari jodoh. Tepat jam 2 ini saya harus mulai berakting, bagaimana menjadi seorang laki-laki yang layak untuk diambil mantu. 


Saya belum tahu calonnya, cuma hari ini saya ajan dipertemukan dengan gadis itu. Saya ngikut saja. Toh saya juga sudah enggan mencari, sudah tak ada keinginan menggebu-gebu untuk mendapatkan istri seperti dulu lagi.


Saya sudah pernah bilang, saya sudah sampai pada tahapan mati rasa. Saya tak tertarik lagi untuk melangkah lebih jauh lagi dalam sebuah hubungan, apalagi hubungan yang dilandaskan pada selembar buku nikah.


Mungkin usia yang mempengaruhi, kenapa saya tak berkeinginan lagi. Umur seusia saya ini, sudah nyaman dengan kesendirian. Keinginan menggebu-gebu itu sudah berlalu. 

Tapi saya harus melakukan ini. Ini adalah bagian dari ritual. Bagian dari pencarian. Mau tidak mau, suka tidak suka, saya harus mengikuti ritual ini.

Lalu apakah nanti akan cocok atau tidak, semua tergantung pertemuan yang telah diatur ini. Setelah itu saya harus memberi jawaban, apakah iya atau tidak. 


Iya, artinya pertemuan ini akan ditindak lanjuti. Jika tidak, maka semua akan kembali ke awal lagi.


Saya hanya mengikuti arahan, permintaan dan wejangan dari orang tua. Saya tak punya keinginan apa-spa selain menurutinya.


Saya menyerah, tunduk dan ta'dzim pada permintaan orang tua. Itu saja.