Saturday, November 29, 2014

Hello There, I've Forgotten Your Name



Hello there, I've forgotten your name
Hello there, was hopping you say the same
Hello there, I've forgotten your name
I'm sorry but I'm not to blame

A thousand faces in my brain
I can't remember a single name
A million places in my brain
I can't remember a single name
(77 Bombay Street)

Namamu, aku lupa namamu. Sungguh, aku tak mempercayai jika aku kini melupakan namamu. Kamu pasti tak akan mempercayai ini. Iya, aku melupakan namamu. Hari ini, malam ini.

Kok bisa?

Entahlah, aku pun tak tahu kenapa. Yang jelas aku kini tak ingat namamu. Semakin berusaha aku untuk mengingat namamu, semakin aku tak ingat kamu.

Kau tahu, bertahun-tahun aku ingin melupakan namamu, melupakan kenangan bersamamu. Dan kau tahu hasilnya? Zonk, nol besar. Aku tak pernah bisa melupakanmu. Bahkan ketika harus memilih di anatara nama-nama baru untuk menggantikanmu, kau tetap perusak niatku karena tak bisa melupakan bayangmu.

Tapi hari ini, aku melupakanmu. Melupakan namamu.


Thursday, November 27, 2014

Jalan Cinta



Sekali lagi aku tetap bertahan dalam kubangan kisah lama. Aku tak bisa keluar dari masa laluku. Kisahku, cintaku, pergi meninggalkanku tapi aku tak pernah beenar-benar melepaskannya. Sesekali aku mencarinya, mencari bisikan, berrharap ada sisa waktu untukku agar bisa bersamanya.

Harapku tak pernah usai. Meski kisahku berakhir, aku bertahan, berharap ada kesempatan untuk melanjutkan. Bersamanya. Iya, tetap bersamanya aku berharap. Karena aku belum mendapattkan pengganti selain dia.

Jalan masa lalu itu seharusnya aku tutup rapat. Aku blokir agar aku tak harus berrkali-kali mampir. Tapi....

Jalanku masih sama. Berharap aku bisa bersamanya. Berjalan berdua. Seiring seirama.




Monday, November 24, 2014

Dilema : Memilih Untuk Tidak Memilih.


Aku benci saat-saat seperti ini. Ketika hidup berada di masa-masa yang tidak bisa dibilang muda lagi. Pertanyaan-pertanyaan "kapan? kapan? dan kapan?" lebih sering aku dengar. Mereka tidak tahu, betapa mereka telah menyakiti aku.

Aku dulu tidak seperti ini. Selalu ada untuk memilih, siapapun mereka, tanpa banyak alasan yang melatarinya. Sekarang? setiap pilihan harus ada alasannya. Menimbang layak dan tidak layak, bagus dan tidak, bagaimana dan trus bagaimana. Pertanyaan itu selalu datang ketika dihadapkan pada pilihan.

Pernah aku mencoba untuk menerima satu saja. Dan aku telah meyakinkan hati untuk menerima, bagaimanapun keadaannya. Tapi ketika hari-H, aku memilih untuk mundur karena ternyata aku tak bisa membohongi hatiku, tak ada rasa dalam hatiku. 

Jika rasa saja sudah tak ada, bagaimana aku bisa melanjutkan? ini urusan yang sangat panjang. Pilihan untuk hidup bersama bukan waktu yang sekejap saja, tapi hingga akhir hayat menutup mata. Jika saja rasa tak ada, apakah aku harus melanjutkan pilihan?

Aku memilih untuk tidak. 

Aku bingung harus memilih yang mana. Ada banyak alasan, ada banyak pilihan, dan aku memilih untuk tidak memilih. 

Hidupku tak serumit ini dulu, jika tak ada orang lain yang menghancurkan mimpiku. Kini aku malah tak tahu harus bagaimana, ketika semua pilihan tetap kepadanya, nama baru yang datang tak pernah bisa menggantikan. Entah sampai kapan.....







Sunday, November 23, 2014

Membanding-bandingkan



Datang lagi seorang yang membawa sebuah nama kepadaku. Ini untuk kesekian kalinya mereka-mereka datang kepadaku, menawarkan nama. Dan untuk kesekian lakinya, aku hanya tersenyum kepada mereka.

Maaf, bukannya aku pilih-pilih. Aku juga belum yakin, apakah aku telah melakukan itu dari sekian banyaka nama yanag disodorkan kepadaku. Yang sebenarnya yang terjadi, aku masih tak bisa melupakan nama di masa laluku. Semakin aku berusaha melupakan dengan menerima nama baru, namnya malah bertahan di otakku, tak mau lepas dari pikiranku. 

Siapa pun pasti tak ada yang ingin dibanding-bandingkan. Inilah yang sedang terjadi, settiap nama yang datang, aku selalu membandingkan mereka dengan nama dalam kisah lamaku. Sifat, penampilan dan apa yang ada padanya, aku belum pernah menemukan. 

Aku ngerti, aku salah. Tapi aku bisa apa? Aku mencari hati yang mengerti hatiku. Itu saja.

Thursday, November 20, 2014

Kabar Gembira




Hi, apa kabarmu yang disana? Aku mendengar kabar gembira, kemarin kalau tidak salah. Dari seseorang yang dulu membuat kita tak bisa bebas berbicara. Kamu masih ingat dia, kan? 

Aku yakin, kamu masih ingat. Aku tak mungkin lupa saat itu. Iya, bulan ini 4 tahun yang lalu. Sedikit nyeri sebenarnya. Jangan tanya sakitnya dimana, karena semua pasti tahu itu dimana. Sakitnya tuh disini.

Baguslah, paling tidak aku masih bisa mendengar kabarmu, daripada aku harus bertanya pada angin bagaimana kabarmu. Apalagi kabar gembira itu, aku harus tahu. Meski bukan yang pertama yang mendengar kabar itu. 


Sekali lagi, selamat untukmu.

Tuesday, November 4, 2014

Cenat-Cenut Matematika

Yiiiiihaaaa.... akhirnya, setelah menanti sekian lamanya, buku  antologi yang melibatkan nama saya muncul lagi. Cenat-Cenut Matematika, judulnya.

Harga : Rp. 68.000,-
Kategori : Pendidikan, Pengembangan Diri dan Inspirasional, Nonfiksi

Sinopsis

Aku memang membenci matematika. Dengan semua kerumitan logikanya, siapa yang tak berpotensi membencinya?
Dari dulu.
Hari sebelum kemarin. Kemarin. Hari ini, sekarang.
Dan sampai sesudah hari ini pun, mungkin aku akan tetap membencinya.

Apa sih sebab mendasar kita membenci matematika?
Memikirkan ulangan matematika yang bisa bikin kepala cenat-cenut?
Atau rumus-rumusnya yang seabrek bin njelimet bikin kening berkerutkerut?
Apa itu karena guru killer yang justru bikin kita galau akut?

Padahal jika kita bisa memahami sebab mendasar yang menjadi alasan kita tidak suka, kebencian itu pun dapat bermetamorfosis menjadi cinta seperti yang dialami oleh salah seorang matematikawan terpintar di dunia. Itu juga yang terjadi dalam kisah-kisah di buku ini: tak ada kebencian abadi untuk matematika jika kita dapat mengelolanya.

Buku ini tidak hanya untuk para siswa, tetapi juga untuk guru, orangtua, mentor atau siapa pun yang tertarik pada matematika. Mereka bisa banyak belajar, berevaluasi diri, dan berkaca pada kisah-kisah yang dialami para penulis yang kesemuanya berhubungan dengan matematika. Seperti kisah ketertarikan penulis terhadap matematika, kiat-kiat mengajar dan belajar matematika yang menyenangkan, serta berbagai hal menarik yang mungkin luput dari perhatian kita—walaupun sering kita alami dalam detik kehidupan kita bersama matematika.

Pada akhirnya kita tidak dapat mengelak, bahwa dalam kebencian terhadap matematika itu sebenarnya kita memendam kecintaan terhadapnya.