"Lagi apa?"
"Sudah makan apa belum?"
"Jangan lupa sholat ya...."
Bagi orang yang telah mengalami beberapa pengalaman dalam hubungan percintaan, kalimat tersebut akan mudah ditemui. Baik kita yang mengirim, atau pun dia yang mengirim.
Bagi sebagian orang, ketika seseorang menerima pesan seperti itu, maka dia merasa diperhatikan. Dan bagi sebagian orang pula, pesan dan pertanyaan seperti itu bukannya malah membuat tersanjung, tapi malah ilfil. Seperti saya misalnya.
Beberapa kali rekan kerja yang merasa kasihan dan iba melihat status saya yang tetus-terusan melajang, memperkenalkan saya dengan seseorang yang juga berstatus sama dengan saya. Beberapa langsung mempertemukan saya dengan mereka. Dan dari pertemuan itu kemudian kami bertukar nomor hp.
Sebagai sarana untuk mengakrabkan diri, kami sering bahkan mulai intens berkomunikasi melalui sms. Sekedar basa-basi atau betanya hal yang apalah-apalah itu tak jarang seseorang mempertanyaan pertanyaan di atas. Tapi karena dasarnya saya yang anti-mainstreem. Diberi perhatian semacam itu bukannya tersanjung, tapi malah ilfil
Saturday, August 22, 2015
Wednesday, August 19, 2015
Apakah ini Ancaman?
Beberapa waktu yang lalu saya bertemu dengan orang yang mengenalkan saya dengan perempuan yang baru saya tolak. Saya berusaha menghindarinya, karena males harus menjawab boombardiran pertanyaan-pertanyaannya. Tapi karena tak ada cukup ruang untuk mengelak, akhirnya saya hadapi dia dengan secara jantan. #eh
Benar dugaan saya, begitu tahu saya ada disitu, dia langsung membombardir pertanyaan-pertanyaan yang saya sendiri males menjelaskan. Saya jawab seperlunya saja, dan mengabaikan pertanyaan yang menurut saya tak perlu saya jelaskan alasannya. Toh gak ada manfaatnya juga dia mendengar alasanku. Paling-paling juga tetap, saya akan tetap dipaksa untuk menuruti kemauan dia. Dan benar.
Stelah saya gak merespon pertanyaan darinya, akhirnya dia bersikukuh bahwa antara saya dan dia adalah pasangan yang pas. Dia sudah memperhitungkan dengan hitungan-hitungan yang bagus menurutnya. Saya tak ngerti, bagus yang seperti apa.
Saya tetep pada keyakinan saya, saya gak akan cocok dengannya. Mau diapain aja, kalo perasaan suka belum ada, ya jangan berharap saya bisa menerimanya.
Sudahlah, semua laki-laki itu sama sifat dan kriterianya. Mau diapakan juga gak akan berubah. Jadi jangan tanya bagaimana atau kurang apa hingga saya gak mau menerimanya. Gengsi itu bagian dari laki-laki. Mau percaya atau tidak, dia akan tetap melekat pada laki-laki.
Diujung percakapan kita, dia sempat ngeyel akan mempersatukan kita. Apapun itu caranya. Dan saya merasa was-was dengan perkataan dia ini. Jangan-jangan dia akan membuktikan kata-katanya itu. Kalau sudah begitu, tidak ada kata lain selain mengabadikan kisah ini dalam tulisan. Sebagai ancang-ancang kalau perkataannya terjadi beneran.
Benar dugaan saya, begitu tahu saya ada disitu, dia langsung membombardir pertanyaan-pertanyaan yang saya sendiri males menjelaskan. Saya jawab seperlunya saja, dan mengabaikan pertanyaan yang menurut saya tak perlu saya jelaskan alasannya. Toh gak ada manfaatnya juga dia mendengar alasanku. Paling-paling juga tetap, saya akan tetap dipaksa untuk menuruti kemauan dia. Dan benar.
Stelah saya gak merespon pertanyaan darinya, akhirnya dia bersikukuh bahwa antara saya dan dia adalah pasangan yang pas. Dia sudah memperhitungkan dengan hitungan-hitungan yang bagus menurutnya. Saya tak ngerti, bagus yang seperti apa.
Saya tetep pada keyakinan saya, saya gak akan cocok dengannya. Mau diapain aja, kalo perasaan suka belum ada, ya jangan berharap saya bisa menerimanya.
Sudahlah, semua laki-laki itu sama sifat dan kriterianya. Mau diapakan juga gak akan berubah. Jadi jangan tanya bagaimana atau kurang apa hingga saya gak mau menerimanya. Gengsi itu bagian dari laki-laki. Mau percaya atau tidak, dia akan tetap melekat pada laki-laki.
Diujung percakapan kita, dia sempat ngeyel akan mempersatukan kita. Apapun itu caranya. Dan saya merasa was-was dengan perkataan dia ini. Jangan-jangan dia akan membuktikan kata-katanya itu. Kalau sudah begitu, tidak ada kata lain selain mengabadikan kisah ini dalam tulisan. Sebagai ancang-ancang kalau perkataannya terjadi beneran.
Wednesday, August 12, 2015
Let Me Ask My Dad (1)
Karena saya memang sepertinya sudah kehilangan selera, jadi nggak ada salahnya juga jika harus minta pertimbangan dari orang-orang dekat di kehidupan saya. Orang pertama yang saya mintai pendapat adalah ayah kandung saya. Loh, emang ada ayah yang bukan kandung? Ada. Postingan berikutnya akan saya ceritakan. Kali ini khusus ayah pertama saya.
Saya tidak terlalu dekat sebenarnya, lebaran kemariin saja saya baruu silaturahami pada hari ke 7 lebarran. Jadi bisa ditebak kan, bagaimana hubungan kami seperti apa. Kalau tidak ada keinginan untuk minta pendapat, mungkin juga saya juga gak bakal ngadep ke ayah saya itu. Tapi ketidak akraban kami bukan berarti saya tidak bisa menjagga emosi. Saya masih lebih bagus dalam menjaga emosi dan penghormatan dibanding adik saya.
Ngomong-ngomong tentang kedatangan saya itu, saya sedikit cerita tentang hal-ihwal kedatangan saya. Sedikit basa-basi di awal tentunya. Yah, saya juga bukan tipe orang yang gampang ngomong tentang hal ini, jadi ya agak basa-basi sedikit ngomongnya.
Pesan pertama, saya disarankan untuk tidak memilih karena faktor wajah. Oke, saya mengiyakan masalah ini. Orang yang dikenalkan kemarin juga saya tidak melihat faktor ini. Andai saja saa diberi waktu lebih lama untuk memutuskan, mungkin saya akan mengiyaakan. Karena banyak faktor bagus yang menjadiikan saya memilih iya. Tapi karena dianya membutuhkan jawaban secepatnya, sedangkan saya masih belum MANTEB dengan pilihan saya, akhirnya saya memilih mundur saja. Dia sepertinya dikejar target, sedangkan saya tidak.
Pesan kedua, beliau ngikut aja apa yang menjadi keputusan ibuk saya. Nah, masalah yyang ini saya gak tahu. Soalnya ketika saya lapor ke ayah itu dalam keadaan saya beelum ngomong ke ibuk saya. Jadi kalau disuruh manut ibuk, ya harus nunggu waktu dulu.
Hanya dua pesan itu saja yang saya dapatkan. Dan karena saya sudah memutuskan mundur, saat ini saya masih belum sempat ngomong lagi ke beliau. Kapan-kapan saja ngomongnya. Laagian juga bisaa ditebak kok, kalo gak ada undangan datang, itu artinya saya tidak melanjutkan. Karena sebelum-sebelumnya juga begitu.
Tuesday, August 11, 2015
Cukup Disini Saja
Seminggu setelah saya bertemu, saya tak pernah berhubungan lagi dengan orang yang dikenalkan temen saya itu. Bukan tanpa alasan, hanya handphone saya kerendam air saja, hingga sampe sekarang belum nemuin penggantinya. Aga males sebenarnya ketika harus nyari pengganti handphone baru. Karena emang gak butuh-butuh amat, jadinya gak nyari-nyari gantinya.
Selain itu, sebenarnya saya juga lagi menjauh saja. Menjauh dari mana aja dan dari siapa saja. Terutama dari orang baru tersebut. Bukan kenapa juga sih, cuma sayanya gak suka menerima beberapa WA yang isinya memberikan perhatian yang sifatnya, menurut saya, hanya basa-basi saja.
Kenapa saya bilang hanya basa-basi saja? karena pertemuan kemarin pada prinsipnya ingin mengenal. Dalam perkenalan terkadang salah satu pihak yang semangat, pihak lainnya yang tidak. Atau bisa jadi kedua-kedua bersemangat. Nah, saya termasuk salah satu pihak ang tidak bersemangat.
Saya sudah cerita kaan sebelumnya, bahwa saya tak terlalu berminat lagi dalam hubungana percintaan yang ujung-ujungnya ke pelaminan seperti ini. Dulu saya pernah berminat sekali. Dulu, dulu sekali. Dan cerita dulu itu tidak sama dengan cerita saat ini. Di umur saya yang saat ini saya malah tak berminat sama sekali. Entahlah, semakin kesini saya malah menikmati kesendirian saya, makin tak peduli perkataan orang lain kenapa saya masih sendiri.
Terkadang memang pernnah kepikiran juga, tapi lebih sering tidaknya. Saat ini hanya nunggu kata "SREG" aja, karena perasaan suka itu bisa dirasa kok. Jadi kalo dari pertemuan pertama sampai satu minggu setelahnya tak terjadi dan bahkan tak muncul perasaan sreg dan sukanya itu, ya mending cukup disini saja.
Kemarin dia menghubungi saya, menanyakan bagaimana kelanjutan dari pertemuan pertama kemarin. Dan karena saya memang gak ingin melanjutkan, saya berterus terang saja. Tentunya dengan menambahkan sedikit fakta, bahwa orang tua saya juga belum memberikan keputusannya, iya atau tidak.
Sedari awal saya sudah jelaskan, yang gak terburu-buru. Tapi dia nyangkanya saya lagi butuh yang cepat. Dia butuh seperti itu soalnya. Dianya yang ngebet pengen dapet suami, sayanya gak ngebet cari istri.
Mau diapa-apain, namanya juga gak nyambung dari awal, ya susah nyambunginnya. Cukup disini saja, gak usah diterusin. Hanya kalimat itu saja, gak perlu harus ngomong panjang lebar kan? apalagi harus menjelaskan lewat obrolan yang saya sendiri males membahasnya.
Sampai disini saja, tidak usah dilanjutin. Tentunya kalimat ini sudah bisa dipahami, jadi nggak membutuhkan penjelasan panjang lebar lagi. Toh kita jugga belum berkenalan cukup akrab. Yang akrab saja saya males ngobrol, apalagi yang baru kenal.
Ya sudahlah.... cukup sampai disini. Kita jalani hidup kita masing-masing.
Friday, August 7, 2015
Bismillah Meragu
Kemarin saya sepakat untuk menerima apa adanya. Saya tak minta banyak syarat, harus begni atau harus begini. Cuma satu yang saya pinta, saya bisa jatuh cinta pada pandangan pertama. Inilah syarat pertama yang untuk beberapa kali saya pakai ketika beberapa kali tawaran perkenalan ditawarkan kepada saya. Dan sampai sekarang saya tak menjumpai satu pun yang bisa memenuhi syarat tunggal itu.
Dan kemarin, saya bertemu lagi dengan seseorang yang dikenalkan kepadaku. Saya mencoba menghilangkan syarat itu. Saya berusaha agar dengan meniadakan syarat itu saya bisa lebih mudah menerima kehadiran orang baru di hadapan saya. Tapi gagal.
Entahlah, saya sempat suka prilakunya. Dua hari saya bisa menerima. Tapi di hari ketiga, bismilah yang sudah saya ucapkan kemarin ketika akan bertemu dengannya hari selasa kemarin kini menghasilkan rasa ragu di hatiku.
Saya bingung. Ada banyak hal yang saya bisa terima darinya, tapi satu yang tidak. Perasaan suka itu tak ada dalam jumpa pertama.
Saya butuh waktu untuk merenung, menyendiri. Mungkin sehari, atau dua hari. atau entahlah..... saya sedang meragu.
Sunday, August 2, 2015
Manut Wae
Kemarin temen sekantor ngirim foto ke Whatsup, nanyain gimana pendapat saya. Saya sendiri gak tahu harus jawab apa. Karena tak jelas gsmbarnya. Tapi setelah dipikir-pikir, saya iyakan saja.
Entahlah, saya benar-benar tak punya perasaan saat ini. Sejak dikecewakan dulu itu, saya menghindari apa-apa yang menggunakan hati dan perasaan. Hingga saya terbiasa, tak percaya cinta.
Untuk kali ini lagi, saya mengiyakan tawaran temen saya tadi. Meski tanpa rasa, tak ada salahnya mencoba. Toh semua bisa dimulai dari awal kalau kita jadi bersama, kan?
Saya sedang mencoba menghilangkan egoku, keangkuhanku. Saya tak bisa terus-terusan sendiri, apalagi dengan keegoisan diri. Membuka hati mungkin baik bagiku.
Tuhan menciptakan kita berpasang-pasangan. Jika mencari saya tak menemukannya, mungkin saya memang harus menerima seperti ini, dikenalkan.
Bismillah saja. Berddoa hal yang terbaik. Saya manut wae.
Entahlah, saya benar-benar tak punya perasaan saat ini. Sejak dikecewakan dulu itu, saya menghindari apa-apa yang menggunakan hati dan perasaan. Hingga saya terbiasa, tak percaya cinta.
Untuk kali ini lagi, saya mengiyakan tawaran temen saya tadi. Meski tanpa rasa, tak ada salahnya mencoba. Toh semua bisa dimulai dari awal kalau kita jadi bersama, kan?
Saya sedang mencoba menghilangkan egoku, keangkuhanku. Saya tak bisa terus-terusan sendiri, apalagi dengan keegoisan diri. Membuka hati mungkin baik bagiku.
Tuhan menciptakan kita berpasang-pasangan. Jika mencari saya tak menemukannya, mungkin saya memang harus menerima seperti ini, dikenalkan.
Bismillah saja. Berddoa hal yang terbaik. Saya manut wae.
Subscribe to:
Posts (Atom)