Janji Ketemuan, Tapi Kok Rasanya Cuma Aku yang Serius?

 


Aku punya kebiasaan kecil yang kadang bikin hidupku ribet sendiri: kalau bikin janji ketemuan sama orang, aku selalu datang lebih dulu. Bukan karena sok rajin, tapi karena aku nggak suka bikin orang lain nunggu. Buatku, menunggu itu nggak enak, bikin waktu kebuang percuma, bikin suasana kikuk. Kalo kamu introvert, yuno lah...! Jadi aku mikir, lebih baik aku yang datang duluan, duduk sebentar, daripada bikin orang lain merasa tersiksa karena harus nunggu. Kedengarannya sederhana, kan? Tapi justru kebiasaan ini sering bikin aku kesal setengah mati.

Karena ternyata, nggak semua orang punya cara pikir yang sama. Berkali-kali aku sudah bilang, “Kalau bisa datang lebih awal ya, biar kita nggak mepet-mepet, soalnya aku juga ada janji lain setelah ini.” Aku sudah kasih peringatan dari awal. Aku atur waktuku sebaik mungkin. Aku sisihkan energi dan tenaga buat datang lebih cepat. Tapi apa yang sering terjadi? Aku yang duluan sampai, aku yang harus nunggu, aku yang akhirnya sibuk nanya, “Lagi di mana? Udah jalan belum?” Kayak aku ini satpam yang kerjaannya ngawasin posisi orang. Sementara orang yang ditunggu, entah masih di jalan atau masih asyik ngapa-ngapain, santai aja tanpa rasa bersalah.

Pernah satu kali, aku udah kasih tahu jauh-jauh hari. Jam sekian aku ada janji lain, jadi tolong datang jangan telat. Aku pikir bakal aman. Nyatanya, pas hari H, aku tetap yang repot. Aku telepon, nggak diangkat. Aku chat, cuma dibaca. Dan ketika akhirnya dibalas, alasannya klise banget: “Maaf ya, tadi ada urusan sedikit.” Lah, urusan apa sih yang selalu muncul mendadak pas waktunya ketemu? Kenapa bukan aku aja yang punya alasan kayak gitu, tapi tetap bisa nyampe tepat waktu? Aku yang tadinya masih sabar, akhirnya kapok. Aku tinggalin aja janjinya. Aku pilih nepatin janji yang lain, sama orang yang lebih bisa dipegang ucapannya.

Hal-hal kayak gini bikin aku jadi makin males kalau ada orang ngajak ketemuan. Kadang aku sengaja nggak langsung jawab. Bukan karena aku sombong atau malas bersosialisasi, tapi karena aku tahu pola yang sama bakal kejadian lagi. Mereka ngajak ketemu jam sekian, tapi kenyataannya molor bisa setengah jam, sejam, bahkan lebih. Dan selama itu aku harus nunggu dengan wajah bodoh di tempat yang asing. Jadi ya sudah, kalau aku memang nggak yakin bisa datang, aku lebih milih diam. Nanti kalau aku sudah benar-benar pasti bisa, baru aku jawab jam berapa. Itu pun masih ada risiko aku yang nunggu.




sumber foto

Comments

Popular Posts